SURABAYA, iNews.id - Kisah Tunggul Ametung menarik diulas. Tunggul Ametung terkenal sebagai penguasa yang kerap bermusuhan dengan pemuka agama. Namun kerusuhan di Tumapel memaksa Tunggul Ametung berdamai.
Saat itu aksi kerusuhan memang kerap terjadi di beberapa wilayah di seluruh Tumapel, yang menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri. Para pejabat istana Tumapel, termasuk Tunggul Ametung mengetahui, bahwa hanya kaum brahmana seperti Lohgawe yang dihormati oleh masyarakat.
Tunggul Ametung dan pejabat istana menganggap kaum brahmana mempunyai pengaruh kuat di masyarakat. Karenanya, dengan bantuan kaum brahmana diharapkan kerusuhan di Tumapel segera bisa berhenti dan keadaan bisa kembali normal.
Dikutip dari "Hitam Putih Ken Arok: Dari Kejayaan Hingga Keruntuhan", pada pagi harinya, Tunggul Ametung telah mengajak Ken Dedes, penasihat agamanya, pendeta Balakangka, patihnya, dan sejumlah pejabat istana yang dikawal oleh banyak prajurit istana untuk pergi ke rumah Lohgawe. Awalnya Tunggul Ametung memerintahkan pejabatnya untuk mengundang pendeta Lohgawe ke istana Tumapel.
Namun Lohgawe menolak keras undangan Tunggul Ametung itu. Bagi Lohgawe, jika memang yang butuh adalah akuwu Tumapel, kenapa dirinya yang disuruh ke istana, itulah pertanyaan yang diutarakan Lohgawe. Dari sanalah akhirnya Lohgawe menolak datang ke istana untuk menemui Tunggul Ametung.
Alhasil Tunggul Ametung pun murka dan menyebut Lohgawe sebagai orang tua keparat dan tak tahu diri. Dia juga menuduh Lohgawe telah menghasut rakyat untuk melakukan kerusuhan. Namun pernyataan Tunggul Ametung ini dibantah oleh patihnya bahwa tidak ada bukti Lohgawe melakukan penghasutan.
Tunggul Ametung juga menyatakan bahwa bukankah selama ini Lohgawe diizinkan oleh dirinya untuk membuka perguruan untuk mencerdaskan masyarakat. Dirinya, sebagai penguasa Tumapel, bisa saja menutup seluruh perguruan milik kaum brahmana, termasuk milik Lohgawe karena kekuasaan ada di tangannya.
Namun Balakangka, penasihat agamanya, mengatakan bahwa jika perguruan para brahmana itu ditutup maka kaum muda tumapel akan tuna ilmu pengetahuan. Mereka tidak akan bisa membaca atau menulis dan akhirnya mereka tidak bisa mengerti bagaimana caranya membangun peradaban dan memuliakan para Dewa.
Jika hal semacam ini terjadi, maka seluruh masyarakat Tumapel akan merosot keberadaannya menjadi kawanan binatang karena hidupnya tidak dibekali oleh ilmu pengetahuan. Dan kalau semua rakyat sudah menjadi binatang, maka peradaban akan hancur dan musnah, termasuk Tumapel.
Karenanya, berkat nasihat dari patih dan pendetanya, Tunggul Ametung bersedia untuk sowan ke rumah pendeta Lohgawe. Sesampainya di rumah Lohgawe, rombongan Tunggul Ametung pun langsung dipersilakan untuk masuk.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait