Masjid Menara Kudus yang dibangun Sunan Kudus masih kokoh berdiri. (Foto: Repro. Disparbud Kudus)

BLITAR, iNews.id - Sunan Kudus atau Ja'far Shodiq terkenal sebagai salah satu wali songo yang tegas dalam urusan syariat. Pada sisi lain, Sunan Kudus juga toleran hingga pernah memfatwakan larangan memakan daging sapi bagi umat Islam demi menghormati pemeluk Hindu

Kisah ketegasan Sunan Kudus itu tergambar dalam sejarah perjalanan Islam di tanah Jawa, khususnya pada masa kesultanan Demak Bintoro. Saat itu Sunan Kudus tercatat sebagai algojo hukuman mati Syekh Siti Jenar atau Syekh Lemah Abang.

Begitu pula dengan kematian Ki Ageng Pengging atau Kebo Kenanga, yakni ayah Mas Karebet atau Jaka Tingkir, santri kinasih Syekh Siti Jenar yang dianggap sesat. Sunan Kudus yang mengeksekusinya.  

Kendati demikian, Sunan Kudus juga tersohor sebagai Wali Songo yang berwatak toleran, terutama dalam hal mendakwahkan ajaran Islam ke masyarakat. Sunan Kudus selalu mengedepankan pendekatan yang ramah.

Sebelum syiar, Sunan Kudus lebih dulu menyelami sekaligus memahami apa yang dikehendaki masyarakat Kudus. Sunan Kudus juga menghormati apa yang menjadi prinsip keyakinan masyarakat.

Salah satu kisah yang masih hidup di tengah masyarakat Kudus hingga kini yakni cerita soal hewan sapi. Sapi merupakan binatang yang dimuliakan dan dihormati para pemeluk agama Hindu.

Sebagai bentuk penghormatan terhadap umat Hindu, Sunan Kudus melarang umat Islam di Kudus yang secara statistik belum banyak jumlahnya itu, menyembelih sapi, baik untuk konsumsi maupun Hari Raya Kurban (Idul Adha). Saat itu umat Islam dimintanya mengganti sapi dengan binatang lain dan yang terpilih yakni kerbau.

“Bahkan saat saat Idul Qurban pun dikisahkan yang disembelih Sunan Kudus bukan sapi melainkan kerbau,” demikian seperti dikutip dari buku Atlas Wali Songo (2016).

Sunan Kudus merupakan putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, yakni imam Masjid Demak dan sekaligus senopati perang Kesultanan Demak Bintoro saat Demak menyerang Kerajaan Majapahit. Ibu Sunan Kudus yakni Syarifah atau Nyi Ageng Manyura, cucu Sunan Ampel.

Ada cerita di sebagian masyarakat Kudus, bahwa selain ungkapan toleransi terhadap umat Hindu, pada sisi lain Sunan Kudus telah berhutang budi kepada sekawanan sapi. Sunan Kudus pernah ditolong rombongan sapi saat dirinya tersesat di dalam sebuah lembah berhutan lebat.

Dalam perjalanan dakwah, Sunan Kudus tidak sadar dirinya sudah masuk terlalu dalam di kawasan belantara yang jauh dari permukiman penduduk. Karena tidak tahu arah, jalan keluar sulit ditemukan.

Mulai pagi hingga sore hari Sunan Kudus hanya berputar-putar. Akhirnya, terdengar suara genta yang kemudian diketahui berasal dari kawanan sapi yang tengah berjalan.

Sunan Kudus lalu mengikuti sapi-sapi yang sedang berjalan hingga tiba di sebuah desa. “Oleh karena merasa berhutang budi kepada sapi-sapi itu, Sunan Kudus lalu mewanti-wanti penduduk untuk tidak memakan daging sapi”.

Fatwa Sunan Kudus soal larangan mengonsumsi daging sapi masih berlaku hingga sekarang. Di Kudus tidak dijumpai penduduk yang menjual makanan berbahan daging sapi. Soto yang menjadi salah satu kuliner khas Kudus juga memakai daging kerbau.

Pada masa Sunan Kudus, seni arsitektur dengan meleburkan seni budaya Islam dan Jawa berkembang pesat. Yang paling menonjol adalah pendirian menara masjid Kudus dan lawang (pintu) kembar masjid Kudus. Terlihat penyatuan antara arsitektur berciri Islam dengan arsitektur khas Hindu.

Dalam cerita folklore yang berkembang di masyarakat Kudus, pendirian kedua bangunan oleh Sunan Kudus itu berlangsung semudah membalik telapak tangan.

Dengan karomahnya, Sunan Kudus membawa masing-masing bangunan itu di dalam buntalan sapu tangan. “Menara dibawa dari tanah Arab, sedangkan lawang (pintu) kembar dibawa dari Majapahit”. 


Editor : Ihya Ulumuddin

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network