Kisah Ratu Sakti ini diceritakan pada Carita Parahyangan tabiatnya, "Lawasniya ratu dalapan tahun, kenana ratu twahna kabancana ku estri larangan ti kaluaran deung kana ambu tere. Mati-mati wong tanpa dosa, ngarampas tanpa prenge, tan bak ti ring wongatuha, asampe ring sang pandita. Aja tinut de sang kawuri, polah sang nata, mangkana Sang Prebu Ratu, carita inya".
Naskah itu menceritakan bagaimana perilaku Ratu Sakti dianggap sangat keterlaluan. Maka itu jangan sampai raja kemudian meniru perilaku yang telah dilakoni raja ini.
Di masa Ratu Sakti, keadaan masyarakat sudah semakin tidak menentu. Kejahatan yang semakin merajalela, ditambah lagi kelaparan di mana-mana, sehingga banyak masyarakat memberontak terhadap kerajaan sendiri.
Tetapi pihak kerajaan tidak pernah mempedulikan hal seperti itu. Ratu Sakti lebih memilih meniti hidupnya dengan kehidupan egois, semena-mena menghibur diri, dan mengumbar hawa nafsu.
Padahal perilaku tersebut tidak pernah direstui oleh Sanghyang atau para dewa. Perilaku ini ternyata tidak berhenti hingga Ratu Sakti lengser yang kemudian digantikan Prabu Nilakendra.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait