Ilustrasi VOC.

SURABAYA, iNews.id - Perjanjian Giyanti antara VOC Belanda dengan Kerajaan Mataram membuat perubahan besar. Perjanjian terpaksa ditandatangani oleh Kerajaan Mataram usai kalah perang. Beberapa wilayah yang sebelumnya menjadi kekuasaan Kesultanan Mataram pun terkena berimbas.

Di Madiun, perjanjian VOC Belanda dengan Mataram membuat pusat pemerintahan bergeser. Pergeseran ini konon terjadi dari Istana Wonosari ke Istana Kranggan bermula dari penunjukan Raden Ronggo Prawirodirjo I sebagai Bupati Madiun oleh Sultan Hamengkubuwono I pada akhir 1750-an. 

Hal tersebut tidak lepas dari konteks politik Jawa setelah Perang Giyanti disusul perjanjiannya, serta bertakhtanya Sultan Hamengkubuwono I pada 1749-1972. Pada periode awal itu, muncul masalah yang melibatkan Bupati Mangkudipuro dan Bupati Sawoo yang kini menjadi Ponorogo.

Dikutip dari "Banteng Terakhir Kesultanan Yogyakarta: Riwayat Raden Ronggo Prawirodirjo III dari Madiun, sekitar 1779 - 1810", masalah itu bermula dari usaha pemboikotan yang dilakukan oleh kedua bupati atas kewajiban-kewajiban yang dikenakan oleh VOC. 

Tindakan kedua bupati tersebut mengharuskan mereka berhadapan dengan Sultan Hamengkubuwono I. Sebab, usai Perjanjian Giyanti, Madiun merupakan bagian wilayah Kesultanan Yogyakarta. 

Kukuban ing sak wetane Gunung Lawu atau wilayah tertutup yang berada di sebelah timur Gunung Lawu senantiasa jadi momok menakutkan bagi para penguasa keraton-keraton Jawa tengah-selatan. Hal ini terjadi dari masa ke masa.


Editor : Ihya Ulumuddin

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network