Dalam situasi yang panas itu, Sukarni, perwakilan tokoh muda yang sempat menculik Soekarno-Hatta untuk dibawa ke Rengasdengklok akhirnya tampil ke muka.
Pemuda radikal asal Blitar Jawa Timur yang juga kader Tan Malaka itu mengusulkan hanya Bung Karno dan Bung Hatta yang menandatangani teks Proklamasi Kemerdekaan atas nama bangsa Indonesia.
Usulan Sukarni diterima dan sekaligus mendinginkan suasana yang dipicu tudingan budak-budak Jepang itu.
Namun, usulan adanya ungkapan revolusioner 'merebut kekuasaan' dari Sukarni telah memantik perdebatan baru. Kalimat merebut kekuasaan dalam teks Proklamasi Kemerdekaan dinilai sebagai pemaksaan.
“Apakah merebut itu berarti merebut senjata dari tangan prajurit Jepang yang menjalankan perintah Sekutu?,” dikutip dari Sutan Sjahrir, Demokrat Sejati, Pejuang Kemanusiaan.
Menurut Laksamana Maeda, Nishijima dan Miyoshi yang turut hadir di ruangan itu, orang Jepang jelas bersimpati dan mendukung kemerdekaan Indonesia. “Tapi mereka juga tidak ingin membahayakan diri mereka sendiri”.
Setelah melalui perdebatan keras, kata yang disepakati akhirnya adalah “pemindahan kekuasaan”. Lewat pukul 04.00 WIB dini hari, perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan tuntas.
Editor : Reza Yunanto
Artikel Terkait