Sejak awal, Nitisemito rajin meminta saran dan kritik dari para pembelinya. Hal penting lain yang memacu bisnisnya semakin moncer adalah keputusan memberi merek dagang pada rokok kretek buatannya. Adanya merek membedakan dengan rokok kretek produksi rumahan lain yang kebanyakan dijual tanpa merek.
Pada tahun 1908 merek rokok Tjap Bal Tiga resmi didaftarkan sebagai merek dagang kepada pemerintah Hindia Belanda. Nitisemito juga melakukan langkah terobosan sistem produksi yang itu berdampak positif pada produksi.
Ia memberlakukan sistem serupa inti plasma atau subkotraktor, yakni rokok dilinting di rumah-rumah warga dengan racikan yang sudah ditentukan. Sistem ini diberi nama Abon, dengan tanggung jawab produksi termasuk pengupahan dipercayakan kepada pimpinan subkontraktor.
Untuk bahan baku, Nitisemito merangkul para teman dan kolega yang dipercaya. Penerapan sistem abon mendatangkan keuntungan besar bagi Nitisemito. Para buruh di gedung milik Nitisemito hanya melakukan proses akhir, yakni pembungkusan. “Selain volume produksi dapat meningkat cepat, biaya produksi pun dapat ditekan”.
Pada tahun 1918 Nitisemito melakukan pengembangan bisnis besar-besaran. Seiring nama perusahaan yang diresmikan menjadi Sigariten Fabriek M Nitisemito Koedoes, ia mendirikan pabrik baru di atas lahan seluas 6 hektar. Lokasi pabrik di Desa Jati itu berada di pinggir jalan raya yang menghubungkan Kudus dan Semarang.
Di pabrik baru dengan jumlah 10 ribu orang buruh tersebut, seluruh kegiatan produksi termasuk pengawasan mutu dijalankan. Pasar rokok Tjap Bal Tiga semakin meluas. Tidak hanya merambah Semarang, tapi juga mencakup seluruh Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Bahkan rokok Tjap Bal Tiga juga dipasarkan ke Singapura dan Malaysia. Dalam Raja Kretek M. Nitisemito Penguasaha Pribumi Terkaya Sebelum Kemerdekaan, Nusjirwan Soemadji, keturunan Nitisemito menyebut pangsa pasar Tjap Bal Tiga di seluruh wilayah Hindia Belanda mencapai 60 persen.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait