“Saat itu memang ada dua orang warga lokal dari Taji pas lewat sini, lalu yang bersangkutan memberikan informasi ke Belanda. Pejuang ini kan sedang istirahat, ada yang sedang mencari makanan di lembah yang dianggap aman, tapi tiba-tiba pukul 11.00 WIB diberondong tembakan dari atas bukit, pertempuran sampai sore pukul 17.00 WIB,” ucapnya.
Dari satu Kompi Gagak Lodra yang sekitar berjumlah 40-an orang, hampir seluruhnya gugur, hanya ada satu prajurit bernama Slamet yang bisa melarikan diri dengan selamat.
“Kalau satu kompi ya ada sekitar 40-an, yang selamat melarikan diri satu orang atas nama Pak Slamet saat ini sudah meninggal dunia. Terakhir makam yang saya pindahkan itu ada dua baru, itu ada batu nisannya. Saya pindahkan karena Coban Jahe ramai dan disalahgunakan. Makanya kok kasihan saya pindah,” ujarnya.
“Para pejuang ini gugur dengan kondisi mengenaskan, kondisi bagian tubuhnya tidak utuh, ada perempuan- perempuan yang juga dibantai oleh tentara Belanda, dia itu semacam bidan atau tenaga medis-lah. Ada yang perempuan hamil juga dibunuh dengan bayi di perutnya,” katanya.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait