Mbah Suro membangkitkan PKI lewat praktik perdukunan. (ilustrasi).

BLITAR, iNews.id - Kisah Mbah Suro di masa kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) menarik diulas. Mbah Suro merupakan kader PKI yang berusaha membangkitkan paham komunis melalui praktik perdukunan. 

Pada tahun 1965, aliran kebatinan di berbagai daerah mendadak tumbuh subur menjelang hingga pascaperistiwa G30S PKI atau 30 September 1965. Bahkan, pascaperistiwa G30S PKI, perkembangan aliran kebatinan semakin menjadi-jadi.

Tidak hanya di Pulau Jawa. Aliran spiritual yang beririsan dengan klenik dan praktik perdukunan pada periode tahun 1965 itu juga berkembang pesat di wilayah Sumatera.

Para pelaku teridentifikasi sebagai orang-orang yang secara ideologi politik berafiliasi kepada PKI (Partai Komunis Indonesia). Salah satu pelaku kebatinan yang berafiliasi kepada PKI yakni aliran klenik Mbah Suro.

Gerakan perdukunan klenik Mbah Suro terpusat di Desa Nginggil Randublatung, Blora, Jawa Tengah yang sejak lama diketahui sebagai daerah basis PKI.

“Daerah terpencil itu sejak lama dikenal sebagai basis PKI, tetapi masyarakatnya sangat percaya pada hal-hal bersifat klenik dan tahayul,” demikian dikutip dari buku Jenderal Yoga Loyalis di Balik Layar (2018).

Kabupaten Blora secara geografis berdekatan dengan Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur. Namun secara administratif, Blora masuk ke dalam Karsidenan Pati, Jawa Tengah.

Catatan peneliti asing Herbert Feith dalam Pemilihan Umum 1955 di Indonesia menyebut, perolehan suara PKI dalam Pemilu 1955 di Karesidenan Pati sebanyak 235.000 suara.

Perolehan suara PKI menempati posisi ketiga di bawah PNI sebanyak 322.000 suara dan NU sebanyak 285.000 suara. Sementara di Karsidenan Bojonegoro Jawa Timur, perolehan suara PKI mencapai 289.000 suara atau menempati posisi kedua.

Perolehan suara terbanyak diraih Masyumi, yakni 300.000 suara. Sedangkan PNI dan NU masing-masing hanya meraup 155.000 suara dan 131.000 suara.

Pascaperistiwa G30S PKI gerakan Mbah Suro di Randublatung Blora dipantau secara khusus oleh tim intelijen. Mbah Suro juga diketahui sering memakai nama Mulyono dengan catatan kelahiran 1921.

Perguruan Nginggil yang ia dirikan, yakni berkedok praktik klenik, diketahui tiba-tiba memiliki banyak pengikut. Dalam setiap hari tempatnya didatangi banyak orang dari Kediri, Malang, Madiun, Surabaya, Semarang, dan Surabaya.

Terungkap, Mbah Suro merupakan bekas tentara bentukan PKI dalam peristiwa Madiun 1948. Praktik klenik yang didirikan hanya kamuflase untuk membangkitkan kembali gerakan PKI.

“Sisa-sisa pengikut Amir Sjarifuddin dalam peristiwa Madiun pernah menggunakan daerah itu (Randublatung Blora) sebagai basis mereka melanjutkan perjuangan PKI”.

Mbah Suro menjadikan Nginggil Randublatung sebagai pusat gerakan kebangkitan PKI. Tidak hanya melakukan agitasi dan propaganda, tetapi juga memperlihatkan ciri khas ikat kepala hitam.

Gerakan Mbah Suro Nginggil juga menyiapkan kekuatan bersenjata, yakni dengan dibentuknya pasukan Banteng Wulung untuk pasukan laki-laki dan Banteng Sarinah untuk pasukan perempuan.

Tidak menunggu berkembang lebih besar. Pada tahun 1968 gerakan Mbah Suro langsung ditumpas. Oleh pasukan RPKAD, Kodam Diponegoro dan Kodam Brawijaya, gerakan Suro Nginggil dibubarkan.

Terungkap dari sejumlah dokumen yang disita, gerakan Mbah Suro dalam menyusun kekuatan mendapat bantuan keuangan dari sejumlah aktivis Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia).  


Editor : Ihya Ulumuddin

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network