SURABAYA, iNews.id - Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran setelah Prabu Hayam Wuruk turun takhta. Meski masih eksis sepeninggal Prabu Giripati Bhupati Ketubhuta pada 1478, Majapahit tak lagi menjadi ibu kota kerajaan.
Sebab Pararaton sama sekali tidak menyebut siapa pengganti Prabu Giripati Prasutabhupati Dyah Suraprabhawa sebagai raja Majapahit. Prof Slamet Muljana dalam bukunya "Pemugaran Sejarah Persada Leluhur Majapahit", menuliskan bahwa Majapahit tak lagi menjadi ibu kota kerajaan, setelah adanya serangan dari Kerajaan Keling.
Konon Kerajaan Keling ini berada di sisi utara dari Kerajaan Majapahit. Hal ini tergambarkan bahwa adanya informasi Majapahit mendapat serangan dari arah utara, kendati tak diketahui dengan pasti apa alasan perang melawan Majapahit. Tapi kemungkinan besar Slamet Muljana menafsirkan adanya perebutan kekuasaan antara Keling dan Majapahit.
Akibat kekalahan perang dari Keling ini status ibu kota kerajaan berakhir. Majapahit akhirnya menjadi negara bawahan Keling.
Sebaliknya status Keling berubah dari negara bawahan menjadi ibu kota kerajaan. Konon saat itu Majapahit dipimpin oleh Girindrawardhana Dyah Ranawijaya, namun sudah menjadi wilayah bawahan dari Keling sebagaimana pernyataan di Prasasti Jiyu,
Pada prasasti itu, Girindrawardhana Dyah Ranawijaya yang menggunakan gelar Cri Wilwatiktapura Janggala Kadiri Prabhu Natha ialah Bhatara Keling. Dalam gelar itu toponim Majapahit disejajarkan dengan toponim Janggala dan Kediri yang dikuasai oleh Keling.
Demikianlah jelas bahwa pada tahun 1486 Majapahit itu telah menjadi negara bawahan Keling. Keling terletak di sebelah timur Kediri, dekat Pare. Ungkapan Cri Maharaja Sri Wilwatiktapura Janggala Kadiri Prabhu Natha Bhatara I Keling hanya dapat ditafsirkan bahwa Grindrawardhana Dyah Ranawijaya Bhatara Keling sebagai maharaja menguasai Majapahit, Janggala dan Kediri. Dyah Ranawijaya bersemayam di Keling, tidak di Majapahit seperti ditafsirkan hingga sekarang.
Bahwa Girindrawardhana Dyah Ranawijaya bukanlah raja Majapahit, melainkan raja Keling, dari gelar yang digunakan selama bertakhta. Dari gelar itu jelas bahwa Majapahit disejajarkan dengan Janggala dan Kediri seperti telah ditunjukkan di atas. Perhatikan ungkapan Bhatara I Keling: raja di Keling.
Gelar itu perlu dibandingkan dengan gelar yang digunakan oleh Sang Prabhu Giripati Prasutabhupati Ketubhuta Dyah Suraprabhawa yang jelas menjadi raja Majapahit pada tahun 1473. Pada gelar itu nama Majapahit tidak disebut, karena Dyah Suraprabhawa ialah raja Majapahit.
Sementara yang disebut di situ yakni nama Janggala dan Kediri. Gelarnya seperti berikut: Cri Giripati Prasutabhupati Ketubhuta, Sakalajanarddananindya Parakramadigwijaya Janggala-Kadiri-Jawabhumyekadhipa.
Seandainya Girindrawardhana Dyah Ranawijaya benar raja Majapahit, namanya pasti disebut dalam Pararaton sesudah sang mokta ring kadaton i çaka gunya-nora-yuganing-wong. Kenyataannya yakni Pararaton tidak. Hal itu merupakan suatu petunjuk bahwa Dyah memang bukan raja Majapahit.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait