TULUNGAGUNG, iNews.id – Kisah kelam romusha tak bisa dipisahkan dari bangunan megah Bendungan Niyama Tulunggagung. Konon puluhan ribu warga Indonesia dikerahkan dari berbagai daerah untuk membangun bendungan ini.
Romusha digunakan untuk membuat sebuah saluran air atau parit dan terowongan yang dinamakan Terowongan Niyama. Konon banyak korban dari pendirian bendungan yang ada di Dusun Tumplak, Desa Besuki, Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung ini.
Sejarawan Tulungagung Latif Kusairi menyebutkan, bila parit – parit dari anak Sungai Brantas yakni Kali Ngrowo dibuat hingga menuju Terowongan Niyama. Kemudian dialirkan ke Samudera Indonesia yang berada di selatan Kabupaten Tulungagung. Hal ini karena rawa–rawa yang banyak terdapat di Campurdarat, Tulungagung mengalami pendangkalan pasca adanya letusan Gunung Kelud, sehingga saat hujan deras aliran air sulit mengalir karena rawa mengalami pendangkalan.
“Dulu wilayah Kabupaten Tulungagung ini sering dilanda banjir besar karena banyaknya rawa-rawa saat masa penjajajah Jepang, lalu oleh Jepang di bawah Residen Kediri Enji Kihara dibangunlah parit raya, parit agung, dan terowongan Niyama. Panjang parit ke terowongan ini ada 4 kilometer,” ucap Latif, Minggu (14/8/2022).
Dari sanalah kisah kelam terjadi, penjajah Jepang memerintahkan kencho, istilah sebutan bupati, yang kala itu dijabat Raden Djanoeismadi beserta camat dan kepala desa kala itu menyediakan tenaga–tenaga manusia untuk dipekerjakan membuat parit dan terowongan tersebut.
“Awalnya mereka (Jepang) ini mengiming–imingi pekerja akan diberikan upah, namun dalam perjalananya upah itu nggak ada, hanya beberapa saja yang diberikan upah. Lainnya dipekerjakan paksa oleh Jepang. Total sekitar ada 20.000 orang dipekerjakan romusha,” ucap sejarawan kelahiran Tulungagung ini.
“Romusha terjadi bukan hanya saat pembuatan terowongan, tapi juga parit raya dan parit agung,” katanya lagi.
Editor : Nani Suherni
Artikel Terkait