Sementara sejak Kerajaan Kahuripan terbelah menjadi Panjalu dan Jenggala, berita mengenai Kerajaan Panjalu atau Daha yang beribukota di Kadiri, tidak banyak didengar. Prasasti-prasati Jenggala menyebut Kerajaan Jenggala keluar sebagai pemenang dalam dua kali perang melawan Panjalu.
Kerajaan Panjalu membenarkan adanya perang saudara tersebut. Prasasti Mataji yang berangka tahun 1051 (973 Saka) menguatkan kabar peperangan. Prasasti Mataji yang dikeluarkan Raja Panjalu ditemukan di Desa Bangle, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Nganjuk.
Isi prasasti Mataji menuturkan penganugerahan sima kepada penduduk Desa Mataji yang membantu raja menumpas musuh-musuhnya. Pada masa Raja Jayabaya memerintah Panjalu (1135-1157), perang saudara antara Jenggala dan Panjalu yang berlarut larut itu, berakhir. Kerajaan Panjalu yang mengusung jargon Panjalu Jayati keluar sebagai pemenang.
Jayabaya yang dalam pemerintahanya mengeluarkan tiga prasasti, yakni Hantang pada 1135/1057 Saka, Talan 1136/1058 Saka dan Jepun 1144/1066 Saka berhasil menyatukan kembali Jenggala dan Panjalu.
"Jenggala kalah dan untuk seterusnya ditempatkan di situ seorang bupati atau Tumenggung," tulis R. Moh Ali. S.S. dalam buku “Perdjuangan Feodal Indonesia”.
Jayabaya kemudian lebih dikenal dengan sebutan Raja Kadiri atau Kediri yang merupakan ibukota Panjalu. Raja Kediri Jayabaya yang terkenal dengan ramalan atau Jangka Jayabaya itu berhasil membawa kebesaran sekaligus kemasyhuran yang menyamai era leluhurnya, Raja Airlangga.
Situasi dalam negeri yang aman, pertanian subur, hasil bumi melimpah serta hubungan luar negeri yang baik, membuat Kediri maju pesat. Orang-orang dari negara tetangga melalui sungai Brantas membawa barang-barang dagangan dan membeli barang dari Kediri.
Raja dengan mudah menggunakan sumber daya manusia untuk pembangunan. Candi-candi dibangun, jalan-jalan di seluruh wilayah negara diperbaiki dan tanggul di sepanjang sungai dijaga.
R. Moh Ali. S.S. dalam “Perdjuangan Feodal Indonesia” menulis, perang antara Panjalu dan Jenggala yang kemudian membentuk Kediri, awalnya perang antara raja dengan raja. "Bila dikatakan perang saudara artinya tidak lain hanya perang saudara diantara keluarga raja," kata Moh Ali.
Perang antara dua raja yang bersaudara tersebut dalam perjalanannya kemudian menumpahkan air mata dan darah rakyat yang oleh Mpu Sedah dan Panuluh lalu diabadikan dalam kitab Bharatayuda.
Namun bagaimana pun juga, kata Moh Ali perang antara Jenggala dan Panjalu akhirnya menimbulkan kerajaan besar, yakni Kerajaan Kediri. “Kediri mengalami kemajuan yang luar biasa di zaman itu, hingga disebut-sebut di Tiongkok sebagai negara yang termakmur di Asia Tenggara”.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait