Makam Bupati Surabaya, Jangrana atau Jayengrono (Foto: Ikomedia).

SURABAYA, iNews.id - Sukses mengantarkan Pakubuwono I atau Pageran Puger sebagai raja Mataram tidak lantas membuat 
Bupati Surabaya Adipati Jangrana berjaya. Sebaliknya, dia justru dihukum mati oleh sang raja karena dianggap berhianat. 

Jangrono dihukum mati pada 1709 karena dinilai berkhianat saat berperang melawan Untung Surapati tahun 1706. Dikutip dari buku "Babad Tanah Jawi" tulisan Soedjipto Abimanyu, sosok Pangeran Puger I naik tahta menajdi raja di Kasunanan Kartasura yang ketiga dari tahun 1704-1719, yang bergelar Pakubuwana I. 

Nama aslinya Raden Mas Drajat. Dia lahir dari permaisuri keturunan keluarga Kajoran, yaitu sebuah cabang keluarga keturunan Kesultanan Pajang. Mas Drajat pernah diangkat menjadi putra mahkota menggantikan kakaknya, yaitu Mas Rahmat yang berselisih dengan ayah mereka Amangkurat I. 

Namun, jabatan tersebut kemudian dikembalikan lagi kepada Mas Rahmat karena keluarga Kajoran terlibat pemberontakan Trunojoyo. Mas Rahmat kembali bergelar Pangeran Adipati Anom, sedangkan Mas Drajat kembali bergelar Pangeran Puger. 

Saat memerintah Kesultanan Mataram, Pakubuwana dihadapkan pada perjanjian baru dengan VOC. Perjanjian ini menjadi pengganti perjanjian lama yang pernah ditandatangani oleh Amangkurat III. 

Pada perjanjian itu, Mataram harus menebus utang perang Trunojoyo sebesar 2,5 gulden. Sementara perjanjian baru, berisi kewajiban Kartasura untuk mengirimkan 13.000 ton beras setiap tahunnya selama 25 tahun.

Rangkaian perjanjian itu membuat pemerintahan Mataram di masa Pakubuwana tersandera dan terpaksa menghukum mati sang tim suksesnya. Hukuman ini diberikan karena pihak VOC menemukan bukti bahwa Jangrana berkhianat dalam perang melawan Untung Surapati tahun 1706.

Setelah tewas, Adipati Jangrana ini digantikan oleh adiknya bernama Jayapuspita sebagai Bupati Surabaya. Pada tahun 1714, Jayapuspita menolak menghadap Kartasura dan mempersiapkan pemberontakan.

Pada tahun 1717, gabungan pasukan Kartasura dan VOC bergerak menyerbu Surabaya. Peristiwa peperangan ini konon terjadi lebih mengerikan daripada perang di Pasuruan terdahulu, semasa Untung Surapati. Jayapuspita akhirnya kalah dalam peperangan ini, ia terpaksa menyingkir ke Japan, sekarang Mojokerto pada tahun 1718. 

Sunan Pakubuwana I ini meninggal dunia pada tahun 1719. Sepeninggalnya, tahta raja Mataram di istana Kartasura beralih ke putranya yang bergelar Amangkurat IV. Pemerintahan Amangkurat IV ini kemudian dihadapkan pada pemberontakan oleh saudara-saudaranya sesama putra Pakubuwana I. Mereka yang memberontak mulai Pangeran Blitar, Pangeran Purbaya, dan Pangeran Diponegoro Madiun.


Editor : Ihya Ulumuddin

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network