Petrov yang diburu agen Soviet karena dianggap sebagai penghianat, seketika menghilang. Dengan pesawat Angkatan Laut AS, Bakin dan CIA berhasil menerbangkan Petrov ke Philipina, dan lalu memindahkan ke Washington DC.
CIA memberi suaka Petrov di Virginia. Dua tahun berikutnya ia kembali melakukan kerja intelijen, sebelum akhirnya tidak terdengar nasibnya lagi setelah mencoba menemui anak dan istrinya di Soviet.
"Dengan nama sandi Houdini, ia (Petrov) terbukti menjadi salah satu agen pembelot GRU yang paling produktif pada waktu itu," kata Ken Conboy.
Dari laporan Houdini diketahui agen Soviet sengaja tidak memperlihatkan reaksi yang menyolok dari peristiwa pembelotan agennya. Agen Soviet tetap melakukan perekrutan anggota baru di Indonesia. Bahkan lebih agresif.
Lembaga legislatif, yakni tepatnya tenaga ahli di tubuh MPR, disasarnya. Juga para pegawai Kantor Pos. Menurut Ken Conboy, dari semua institusi yang menjadi sasaran rekrutmen, tidak ada yang lebih menarik dari agen Soviet selain angkatan bersenjata (militer).
Sejumlah kegiatan rekrutmen intelijen Soviet terbongkar. Pada tahun 1971, KGB berusaha merekrut ajudan Jenderal Nasution. Kemudian pada tahun 1972, agen GRU mencoba mendekati seorang letnan angkata darat.
Pada tahun 1974, operator Satsus Intel sempat mengecek seorang perwira sandi Indonesia yang dicurigai melakukan kegiatan mata-mata. Selama bulan Juli 1975 Satsus Intel berhasil mendokumentasi beberapa kali kontak antara pejabat KGB dengan seorang letnan angkatan darat yang bertugas di intelijen militer.
Satsus Intel rezim Soeharto menangani kegiatan agen mata-mata Soviet dengan treatmen yang berbeda-beda. Beberapa di antaranya dengan melakukan aksi kontraintelijen.
Paling terkenal yakni operasi dengan sandi Jaring pada tahun 1974. Kemudian operasi bersandi Belati Ganda tahun 1975 dan yang paling menghebohkan Operasi bersandi Ubur-ubur.
Kasus kontra intelijen sering diibaratkan sebuah rimba cermin. Karena berbagai pertimbangan, beberapa upaya kontraintelijen berakhir dengan pemetiesan perkara tanpa ada pihak yang dihukum.
"Dengan tidak adanya bukti nyata yang muncul dari rimba raya cermin, kasusnya diam-diam ditutup dengan lebih banyak pertanyaan dari pada jawaban," kata Ken Conboy dalam “ Intel, Menguak Tabir Dunia Intelijen Indonesia”.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait