Ketika kondisi umat sedang terpuruk, kepedulian sosial justru lebih dibutuhkan. Dengan berpuasa, kaum Muslimin diharapkan mampu mengasah kepeduliannya terhadap sesama.
4. Kejujuran
Kita belajar kejujuran dengan melaksanakan ibadah puasa. Berada di manapun, kita tetap memelihara. puasa. Baik saat berada di tengah keramaian, di tempat sepi, di masjid, di kantor, dan tempat-tempat lainnya, kita tetap jujur bahwa kita sedang berpuasa.
Bahkan, saat berada di dalam kamar-kamar blok rutan ini, di mana bayak godaan untuk membuat kita tidak berpuasa, namun kita tetap memelihara puasa. Kendati dalam keadaan haus, meski di atas meja tersedia minuman segar, kita tak meminumnya. Kita jujur di mana pun berada. Moralitas ini seharusnya membekas dalam pribadi kita. Jujur di mana pun, dalam kondisi apa pun.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Hadirin yang dimuliakan oleh Allah,
Begitu pentingnya kita memelihara sikap jujur lantaran ia adalah induk kebaikan. Kejujuran akan membawa kebaika- kebaikan yang lain. Sebaliknya, berbohong merupakan cikal bakal kejahatan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الصدق يهدي إلى البر وإن البر يهدي إلى الجنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ ليُصدق حتى يكون صديقا وإن الكذب يهدي إلى الفجور وَإِنَّ الفُجُورَ يَهْدِي إلى النار وَإِنَّ الرَّجُلَ ليكذب حتى يكتب عند الله كتانا ( رواه البخاري)
Artinya: "Dari Abdullah ra berkata, dari Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya kejujuran menunjukkan kepada kebaikan. Dan kebaikan menunjukkan kepada surga. Seorang laki-laki benar-benar telah jujur hingga ia dicatet di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Sesungguhnya kebohongan itu menunjukkan kepada kezaliman. Kezaliman menunjukkan kepada neraka. Seorang laki-laki telah berbuat dusta hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai pendusta." (HR. al-Bukhari).
Hadirin, ironisnya kini kejujuran seperti barang langka yang kian sulit ditemukan. Kita sudah sangat terbiasa dengan kebohongan. Dari hal yang paling kecil hingga kebohongan besar. Kita sadari atau tidak, saat menyuruh anak kecil kita masuk rumah karena hari sudah sore dan Maghrib segera menjelang, kita sering berkata "Nak, lekas masuk, di luar ada anjing!" Padahal, tak ada anjing di luar.
Kita tak hanya mendidik anak agar takut dengan anjing, tapi juga telah mengajarkan kepadanya kebohongan. Betapa sejahteranya masyarakat ini, jika kejujuran. menjadi naungannya. Sebab dalam payung sistem yang jujur itu, tentu takkan ada korupsi. Para pejabat dalam jajaran birokrasinya (baik pemerintah maupun swasta) takkan berani memanipulasi angka dalam anggaran untuk mengeruk uang haram.
Meskipun mereka memiliki siasat canggih untuk berkelit sehingga kejahatannya tidak akan terdeteksi. Ada tidaknya orang lain, tidak akan mempengaruhi kejujurannya dalam mengelola amanah uang perusahaan, uang rakyat, atau uang negara. Mereka sadar betul bahwa Allah Maha Hadir dan mengawasi perbuatannya.
Dengan merasakan pengawasan dari Allah, insya Allah kita akan terjaga dari perbuatan-perbuatan tercela dan sebaliknya termotivasi untuk selalu berbuat kebaikan. Kita akan bekerja dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati, karena kita sadar sedang dilihat Tuhan. Betapa senangnya saat bekerja diawasi oleh Allah subhanahu wa ta'ala, Tuhan pemilik jagad raya ini.
5. Sabar
Ketika disebutkan kata sabar, sering kali yang terlintas di benak kita adalah keteguhan menghadapi penderitaan. Padahal, dalam bukunya "Umdatul ash-Shobirin wa Umdatu asy-Syaakiriin, Ibnu Qayim al-Jauziyah menyebutkan, medan sabar terletak pada tiga tempat. Sabar terhadap ketaatan kepada Allah, sabar dari larangan, dan sabar terhadap musibah yang ditakdirkan Allah.
Ketiga dimensi kesabaran tersebut pernah diwasiatkan oleh Luqman kepada anaknya, sebagaimana difirmankan oleh Allah:
يابني أقم الصلاة وأمرُ بِالْمَعْرُوفِ وَإِنَّهُ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْيرُ عَلَى مَا
أصابك ... (لقمان : ۱۷)
Artinya: "Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhich (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu." (QS. Lukman: 17).
Sabar terhadap perintah Allah dapat diwujudkan dalam tiga tahapan. Sabar sebelum memulai pekerjaan, sabar saat melaksanakannya dan sabar ketika selesai mengerjakannya. Sebelum melakukan sebuah pekerjaan, kita dituntut untuk meluruskan niat dan melepaskan diri dari noda-noda riya Tanpa membebaskan diri dari dua jeratan itu, mustahil ridha Allah bisa dicapai. Allah berfirman:
إلا الذين صبروا وعملوا الصَّالِحَاتِ أُولك لهم مَغْفِرَةً وَأَجْرٌ كبير ... (هود : ۱۱)
Artinya: "kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar."
Setelah melepaskan diri dari jerat riya' dan sum'ah, saat melakukan ketaatan hendaklah dilaksanakan dengan sempurna, sesuai dengan syariat yang ditentukan Allah subhanahu wa ta'ala. Kemudian, usai melakukan suatu pekerjaan, campakkan sifat ujub (bangga diri), sehingga apa yang telah dikerjakan tidak sia-sia begitu saja.
Sungguh, kita membutuhkan sifat sabar dalam segala kondisi. Seorang Muslim tidak bisa melaksanakan ibadah dengan benar tanpa kesabaran yang penuh. Siapa pun tidak mungkin mampu hidup tenang kala mendapat cobaan musibah, tanpa kesabaran. Karena, takdir yang ditentukan Allah terhadap hamba-Nya tak mungkin bisa dihindari. Hanya dengan kesabaran itulah semuanya bisa dinikmati. Hanya dengan kesabaran dan ketakwaanlah, keberuntungan bisa diraih.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ آل عمران : ۲۰۰
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap singa (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung."
Editor : Komaruddin Bagja
Artikel Terkait