SURABAYA, iNews.id - Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa turut bangga atas terpilihnya KH Miftachul Akhyar sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2020-2025. Menurut orang nomor satu di Jatim ini, terpilihnya Miftachul Akhyar merupakan kebanggaan bagi masyarakat Jatim.
"Terpilihnya KH Miftachul Akhyar untuk mengemban amanah baru tersebut menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Jawa Timur," kata Khofifah, Sabtu (28/11/2020).
KH Miftachul Akhyar terpilih sebagai Ketua Umum MUI dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-X MUI pada 25 - 27 November 2020. KH Miftachul Akhyar merupakan ulama tersohor asal Jatim. Kiai sepuh tersebut hingga saat ini pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya.
"Beliau berpesan, tugas ulama adalah berdakwah dengan mengajak, bukan mengejek. Merangkul, bukan memukul. Ini referensi pendakwah, muballigh-muballighoh yang luar biasa," kata Khofifah.
Dengan semangat menjaga tata cara berdakwah yang santun tersebut, Khofifah meyakini penyampaian pesan pada semua umat bahwa Islam adalah rahmat bagi alam semesta, akan semakin luas.
"Apa yang beliau juga sampaikan dalam pidatonya, yaitu bahwa dakwah ulama harus mengedepankan kasih sayang. Hal tersebut akan menjadi sesuatu yang dalam dan 'sejuk' yang kita harapkan bersama ulama yang ada di Indonesia akan menguatkan persatuan dan persaudaraan kita sebagai warga bangsa dan negara," kata Gubernur Khofifah.
KH Miftachul Akhyar lahir pada tanggal 1 Januari 1953. Beliau merupakan seorang Ulama dan Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2018-2020. Dia menggantikan KH Ma'ruf Amin sebagai Rais Aam PBNU setelah yang bersangkutan mengundurkan diri karena maju sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2019.
KH Miftachul Akhyar tercatat pernah nyantri di beberapa pesantren ternama, di antaranya Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang, Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Pondok Pesantren Al-Anwar Lasem Sarang, Jawa Tengah. Dia juga mengikuti Majelis Ta'lim Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Makki Al- Maliki di Malang, tepatnya ketika Sayyid Muhammad masih mengajar di Indonesia.
Editor : Maria Christina
Artikel Terkait