MALANG, iNews.id - Mpu Bharada merupakan penasihat sekaligus guru Raja Airlangga yang konon memiliki kesaktian luar biasa. Dia sosok tokoh agama yang membagi kerajaan menjadi dua yakni Kediri dan Janggala atas perintah Raja Airlangga.
Mpu Bharada juga yang mengalahkan Calon Arang, penyihir janda dari Desa Girah, yang terkenal sakti dan tak mampu ditandingi siapa pun. Mpu Bharada juga yang akhirnya membimbing Airlangga untuk memperdalam agama, sebelum akhirnya turun tahta dari raja.
Niatnya menjadi pendeta dan memperdalam ilmu agama membuat Airlangga harus membagi wilayah kerajaannya kepada kedua putranya. Hal ini pula dikisahkan pada buku "Babad Tanah Jawi" tulisan Soedjipto Abimanyu yang memerintahkan anak-anak Airlangga untuk belajar ke Bali, asal usul leluhurnya.
Di Kerajaan Bali itulah konon sang anak akan belajar memimpin dan pemerintahan. Tapi sebelum itu terealisasi, Airlangga pun mengutus Mpu Bharada untuk berangkat ke Bali.
Mpu Bharada yang juga menjadi penasihat utama Raja Airlangga pun menerima permintaan tersebut. Konon saat berangkat menuju Bali inilah kesaktian Mpu Bharada tampak. Dia berangkat ke Bali untuk menemui Raja Bali menyampaikan maksud tujuan Airlangga hanya dengan menggunakan sehelai daun.
Sesampainya di Bali, permintaan Airlangga yang disampaikan Mpu Bharada pun ditolak Mpu Kuturan yang berniat mengangkat cucunya menjadi raja Bali.
Alhasil Airlangga terpaksa membelah kekuasaan kerajaan kepada dua putranya. Mpu Bharada bertugas menetapkan batas antara kedua belah negara.
Dikisahkan, di sinilah kesaktian Mpu Bharada kembali muncul. Dia terbang sambil mengucurkan air kendi. Tetapi ketika sampai dekat Desa Palungan, jubah Mpu Bharada tersangkut ranting pohon asam.
Dia marah dan mengutuk pohon asam itu menjadi kerdil. Oleh karena itu, penduduk sekitar menamakan daerah itu Kamal Pandak, yang artinya asem pendek.
Desa Kamal Pandak pada zaman Majapahit menjadi lokasi pendirian Prajnaparamitapuri yaitu Candi Penghargaan Arwah Gayatri, istri Raden Wijaya.
Selesai menetapkan batas Kerajaan Kediri dan Jenggala berdasarkan cucuran air kendi, Mpu Bharada mengucapkan kutukan. Barang siapa yang berani melanggar batas tersebut, hidupnya akan mengalami kesialan.
Menurut Prasasti Mahasobhya yang diterbitkan Kertanegara, Raja Singasari, kutukan Mpu Bharada sudah ditawar berkat usaha Wisnuwardhana menyatukan kedua wilayah tersebut. Negarakertagama juga menyebutkan Mpu Bharada pendeta Buddha yang mendapat anugerah tanah Desa Lemah Citra atau Lemah Tulis.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait