“Pengurus memang sempat menghubungi orang tua korban, tapi bukan untuk memberi penjelasan, hanya menenangkan. Sementara pak kiai sama sekali belum berani bertemu dengan wali santri,” ujarnya.
Hamida juga menyoroti dugaan kelalaian dalam pembangunan musala empat lantai tersebut. Dia menilai, struktur bangunan tidak memenuhi standar keamanan, terutama karena bagian atas masih dalam proses pengerjaan saat digunakan untuk kegiatan ibadah.
“Bagaimana mungkin lantai atas masih dalam tahap pengecoran basah, tapi lantai bawah sudah dipakai untuk salat. Itu fatal,” ucapnya.
Dia menilai, kelalaian dalam konstruksi menjadi faktor utama yang menyebabkan banyak korban berjatuhan. Sebab itu, keluarga korban menuntut agar aparat penegak hukum mengusut tuntas siapa yang harus bertanggung jawab atas bencana ini.
Hamida dan keluarga besar korban mendesak Polda Jawa Timur untuk menindaklanjuti dugaan kelalaian tersebut secara hukum. Mereka meyakini ambruknya bangunan tidak disebabkan faktor alam, melainkan kelalaian manusia yang harus dipertanggungjawabkan secara pidana.
“Keluarga kami mendorong kepolisian agar melakukan penyelidikan menyeluruh. Ini sudah masuk ranah pidana. Harus ada pihak yang bertanggung jawab karena bangunan itu tidak ambruk secara alami,” katanya.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengungkapkan pihak kepolisian telah bergerak untuk mengusut ambruknya Ponpes Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur.
Menurut informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tercatat sebanyak 61 korban meninggal akibat kejadian tersebut.
“Saya dengar sudah bergerak. Kepolisian sudah bergerak,” kata Cak Imin usai bertemu Menag Nasaruddin Umar di kediamannya di Widya Chandra, Jakarta Selatan, Selasa (7/10/2025).
Cak Imin pun menyebut polisi sudah memanggil sejumlah pihak. Meski begitu, dia tidak merinci siapa saja yang telah dipanggil oleh Kepolisian.
“Bahkan sudah memanggil pihak-pihak. Kita tunggu aja,” katanya.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait