Pangeran Diponegoro (ilustrasi).

Para komandan pasukan gerak cepat yang lain kemudian mengikuti jejaknya. Benteng rancangan Cochius sebenarnya sangat sederhana, setelah memilih lokasi strategis yang dirasa cocok, biasanya di atas bukit atau di tempat lain yang terlindungi secara alamiah, ia membangun bangunan mirip suatu barak berbentuk segi empat, yang cukup menampung satu peleton tentara sekitar 20-30 orang. 

Ia kemudian mempertahankan benteng itu dengan mendirikan pagar keliling yang kokoh dari batang kelapa setinggi 1-7 meter, dengan satu atau dua dudukan senjata yang ditinggikan di bagian-bagian sudutnya. Mengingat sifat darurat bangunan, perbentengan itu dengan mudah dapat ditinggalkan, dan suatu benteng baru dapat dibangun di lokasi lain, yang lebih membutuhkan dukungan pasukan. 

Alhasil sejak diperkenalkan dalam operasi militer pada Mei 1827, sebagai bagian dari strategi baru yang terintegrasi dari Belanda, sistem benteng itu bersama sebelas pasukan gerak cepat yang beroperasi di Jawa tengah bagian selatan, hingga akhir perang merupakan kunci sukses militer Belanda. 

Hingga Maret 1830 tak kurang ada 258 benteng darurat semacam itu telah dibangun, dengan jumlah terbesar 90 buah dibangun dalam tahun 1828. Perbentengan itu tersebar di areal luas yang membentang dari ibu kota Kabupaten Banyumas di barat, hingga Ponorogo di timur. Setidaknya ada 16 di antaranya yang cukup luas menampung lebih dari 100 tentara dan sejumlah meriam.


Editor : Ihya Ulumuddin

Sebelumnya
Halaman :
1 2

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network