Kemudian di Jember, konflik yang berlarut antara legislatif dengan Bupati Faida menyisakan problem. Selain juga tidak adanya partai yang mendukung Faida.
"Persoalannya adalah Pilkada serentak 2020 bersamaan dengan merebaknya pandemi Covid-19. Pandemi menyisakan banyak problem di kalangan pemerintahan baik pusat, regional maupun lokal, karena kompleksnya persoalan," ujarnya.
Mochtar menyebutkan, kebanyakan memang pemerintah daerah tidak bisa menjawab ekspektasi dan harapan dari masyarakat. Mereka ingin melihat seluruh persoalan di masa pandemi cepat selesai.
"Maka wajar rata-rata dari berbagai hasil tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan pada masa ini relatif rendah. Itu berimplikasi pada pilkada, banyak calon-calon yang tidak bisa menjawab ekspektasi masyarakat itu kemudian kalah," katanya.
Harusnya, kata dia, masa kampanye yang singkat lebih menguntungkan petahana. Pasalnya, dari segi kesiapan lebih panjang karena telah menjabat.
Namun, Mochtar tak memungkiri ada sejumlah faktor lain yang membuat kemenangan calon bukan petahana. Di Kabupaten Mojokerto contohnya, sosok KH Asep Saifuddin Chalim yang juga dikenal dekat dengan Gubernur Khofifah Indar Parawansa memberikan efek elektoral pada pasangan calon Ikfina-Barra.
Selain figur Ikfina yang mengingatkan masyarakat pada suaminya saja. "Meski mantan Bupati Mojokerto MKP (Mustofa Kemal Pasa) tersandung kasus di KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi masyarakat melihatnya sebagai sosok yang memberikan efek pembangunan yang besar bagi masyarakat, seperti jalan dan sektor pariwisata," katanya.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait