Weekend Story: Kasus Mayat Dalam Koper di Ngawi, Modus Kejahatan yang Berulang

JAKARTA, iNews.id - Penemuan mayat dalam koper menjadi fenomena yang mengkhawatirkan. Kasus ini tidak hanya mengejutkan masyarakat, tetapi juga menjadi catatan serius yang menimbulkan keresahan, terutama kaum wanita.
Salah satu kasus terbaru yang menghebohkan, penemuan mayat wanita dalam koper merah di tempat pembuangan sampah, Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur pada Kamis, 23 Januari 2025.
Mayat tersebut ditemukan dalam kondisi termutilasi, tanpa kepala dan kaki kiri. Kasus ini menunjukkan betapa kejamnya tindakan kejahatan pelaku.
Kasus serupa juga pernah terjadi di Bekasi pada April 2024. Mayat wanita bernama Rini Mariany ditemukan dalam koper di Jalan Raya Inspeksi Kalimalang.
Rini dibunuh oleh rekan kerjanya, Ahmad Arif Ridwan Nuwloh di kamar hotel di Bandung. Motif pembunuhan karena pelaku tersinggung dengan permintaan korban untuk dinikahi serta motif ekonomi untuk menguasai harta korban.
Kasus ini menyoroti bagaimana hubungan personal dan masalah ekonomi dapat memicu tindakan kekerasan yang brutal.
Kasus lainnya pernah terjadi di Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan pada Agustus 2024. Korban seorang wanita bernama Ramla, penjual gorengan keliling, ditemukan tewas dalam koper merah di gudang samping rumah kontrakannya.
Pelaku bernama Andi yang merupakan residivis kambuhan, membunuh Ramla setelah gagal mencuri barang-barangnya. Dalam kondisi mabuk, Andi membekap korban hingga pingsan kemudian memerkosanya.
Kasus ini menunjukkan betapa rentannya wanita terhadap kekerasan, terutama dari pelaku yang memiliki riwayat kriminal.
Kriminolog, Adrianus Meliala mengatakan, kasus ini memiliki modus yang sama dengan yang pernah terjadi. Pelaku, kata dia mengikuti jejak kejahatan serupa.
"Kemungkinan ini termasuk copycat criminality alias kejahatan yang terinspirasi oleh kejahatan serupa di masa lalu," ujar Adrianus kepada iNews.id, Sabtu (2/1/2025).
Dia menjelaskan, copycat criminality lebih melihat pada modus kejahatannya, bukan pada sulit atau tidaknya kasus itu diungkap oleh aparat.
"Calon pelaku yang amatiran dan emosional lebih melihat pada modus (yang dianggapnya hebat) dan tidak melihat pada kemungkinan tertangkap," katanya.
Menurutnya, pelaku amatir, pemula dan spontan itu meyakini akan lolos dari konsekuensi hukum dengan modus kejahatan yang dilakukannya tersebut.
"Fantasy of being unreachable. Jadi dia yakin, dengan melakukan modus tertentu, yang bersangkutan tidak akan tertangkap. Masalahnya, itu cuma fantasi," ucapnya.
Dia menuturkan, kejahatan dengan modus tersebut dapat diugkap oleh aparat hukum. Pelaku dinilai akan terkejut ketika modus kejahatannya itu ternyata dapat terungkap.
"Secara empirik tidak benar bahwa kasus tidak akan terungkap dan pelaku bisa bebas terus. Maka, ketika polisi bisa mencapai pelaku, maka pelaku umumnya kaget dan seolah berkata kok polisi tahu?" tuturnya.
Kriminolog dan Pakar Psikologi Forensik, Reza Indra Indragiri menyampaikan, kasus mayat dalam koper ini merupakan modus pelaku kejahatan untuk berupaya menghilangkan barang bukti. Cara ini dinilai yang paling mudah dilakukan oleh pelaku kejahatan dalam menghilangkan jejaknya.
"Mutilasi dan koper sudah dipelajari sebagai misi ke-2 kejahatan (menghilangkan barang bukti, menghindari pidana) yang 'gampang' dilakukan," ucapnya.
Dia mengingatkan, pokok masalahnya bukan pada mutilasi, melainkan pada pembunuhannya. Mutilasi, kata dia merupakan bagian dari pembunuhan tersebut.
"Kalau tidak ada pembunuhan maka tidak ada mutilasi. Tidak sebaliknya," katanya.
Editor: Kurnia Illahi