Trauma, Bocah SD Korban Penganiayaan Kakak Kelas hingga Koma Minta Pindah Sekolah
MALANG, iNews.id - Bocah korban penganiayaan kakak kelas di Malang masih trauma dan takut. Korban bahkan mengaku tidak ingin sekolah lagi di tempat sama bila sembuh nanti.
Pengakuan itu disampaikan ayah korban MW, Edi Suhandi, Kamis (24/22/2022). Saking takutnya, sang anaknya, kata Edi, bahkan meminta polisi untuk ke sekolah guna menjemput terduga pelaku di SDN Jenggolo.
"Anaknya juga trauma ya mungkin yang jelas pindah sekolah. Nggak mau anakhya sekolah lagi di situ," ucap Edi Subandi ditemui di RSI Gondanglegi, Kabupaten Malang, Kamis (24/11/2022).
Awalnya memang sang anak tidak pernah menceritakan tindakan yang dialaminya. Sebab sang anak merasa malu jika harus mengadu ke orang tua terus menerus, namun berbeda dengan saat ini yang memaksanya untuk mengadu ke orang tua pada Sabtu 19 November 2022.
"Pengakuan dari dia selama itu nggak pernah bilang setelah sadar dari koma, hari Jumat jam setengah 11 malam dia sadar paginya dia sudah mentok (jalan buntu) sudah kalau orang Jawa bilang pegelnya udah mentok," tegasnya.
"Jadi pagi itu yang dia ingat diceritakan yang dia ingat diceritakan, siang sore sampai malam cerita itu itu terus. Kapan sih ma, enek pak polisi ayo besok ke sekolahan, jenenge aku nggak eruh, areke eruh mlebu kelas siji2. Tak duduhi arek - areke, (kapan bu, ada pak polisi ayo besok ke sekolah, namanya saya nggak tahu, anaknya tahu masuk kelas satu - satu, saya tunjukkan anak-anaknya)," jelasnya.
Hal itulah yang membuat Edi dan keluarganya menegaskan proses hukum tetap akan berjalan kendati keluarga terduga pelaku meminta untuk damai. Sebab apa yang dialami anaknya dianggap sudah fatal dan mengancam nyawa seseorang.
"Prosesnya tetap dilanjutkan sesuai hukum yang berlaku adil, biar jera nggak ada timbul masalah yang lainnya ini korban paling fatal sebelumnya banyak korban, tapi nggak ada yang berani bilang pihak Sekolah nggak ada yang berani," tuturnya.
Apalagi dari cerita anaknya terduga pelaku itu sudah sering melakukan tindakan pemalakan mulai anaknya kelas I, jika tidak menyetorkan uang konsekuensinya menerima kekerasan jika tak diberi uang.
"Itu mulai dari kelas 1, jadi pemalakan intinya, uang sakunya kan 6.000, yang 5.000 diminta, kalau nggak setor dihajar sama kakak kelas 6, Brian ini masih kelas 2, jauh nggak imbang, kalau dia one by one satu lawan satu dia berani kendel dia, anaknya berani kalau sudah keroyokan ngak berani dia," katanya.
Tak heran bila pria berusia 39 tahun ini meminta untuk kepolisian menghukum para pelaku agar mereka jera. Selain itu, ia pun meminta pihak sekolah agar mengeluarkan mereka agar siswa-siswa lain tak lagi takut berada di sekolah.
"Nggak ada yang berani sekolah di situ, satu dikeluarkan dulu biar jera, saya juga kasihan sekolahnya takutnya nggak ada yang berani sekolah di situ, terkenal anak-anaknya nakal-nakal," ujarnya.
Editor: Ihya Ulumuddin