Tingkatan Kitab Nahwu agar Mahir Bahasa Arab untuk Pemula hingga Tingkat Tinggi
JAKARTA, iNews.id - Kunci memahami gramatika bahasa Arab dan membaca kitab kuning salah satunya dengan mengetahui kitab nahwu dan shorof. Tingkatan kitab nahwu ini ada beberapa macam. Apa saja? berikut penjelasan lengkapnya.
Bagi para santri yang mendalami ilmu agama di ondok pesantren, tidak lengkap jika belum bisa menguasai ilmu nahwu. Bahasa Arab ini merupakan pelajaran pokok yang harus diikuti dan dikuasai oleh para santri. Sebab, tingkat penguasaan terhadap tata bahasa Arab seringkali dijadikan tolok ukur kualitas seorang santri untuk mendapatkan predikat kiai.
Karena itu, tidak heran jika kitab-kitab nahwu seperti Jurumiyah, Mutamimah, Imrithi, serta Al fiyah dan kitab-kitab ilmu bahasa lainnya menjadi santapan keseharian para santri di pesantren tradisional.
Selain sebagai standar kualitas determinasi tinggi dalam mempelajari ilmu bahasa (nahwu dan sharaf) di kalangan santri tradisional juga disebabkan oleh berkembangnya jargon Al sharfu umm al ulum wa al nahwu abuuhu. Artinya shorof adalah ibunya ilmu dan nahwu adalah bapaknya.
Dilansir dari Al Ta'rib, Jurnah Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban, urutan mengkaji kitab nahwu biasanya sebagai berikut: setelah Jurmiyah, Imriti (versi Jurumiyah dalam bentuk bait-bait sajak), dan kemudian lagi kitab syarah yang lebih mendetil, Mutammimah, atau langsung ke Alfiyah yang biasanya di pelajari bersama-sama sebuah syarahnya.
Imriti (Al-Durrah AlBahiyah, karangan Syaraf b Yahya Al-Anshari Al-Imriti), Mutammimah (dari Syams Al-Din Muhammad b. Muhammad Al-Ruáini Al-Haththab), dan Alfiyah (dari Ibn Malik) dengan kitab syarahnya yang terkenal Ibnu Äqil (dinamakan demikian mengikuti nama pengarangnya, Äbdullah b. Äbd Al-Rahman Al-Äqil).
Tingkatan kitab nahwu pertama yakni Kitab Al-Awamil. Kitab nahwu ini lazim dipelajari santri tingkatan awal atau di madrasah diniyah awaliyah (MDA). Kitab Awamil ini merupakan kitab tatabahasa Arab terkenal dari kitab-kitab kuning yang digunakan di pesantren-pesantren di seluruh kawasan Nusantara.
Kitab Awamil karangan Abd Al-Qahir ibn Ábd Al-Rahman Al-Jurjani, Wafat 471 H), yang berisi sebuah daftar situasi yang menentukan harakat huruf akhir dari kata benda dan huruf-huruf hidup yang mengikuti konsonan akhir dari kata kerja.
Naskah Kitab Al Awamil ini berisi tata bahasa Arab yang mengandung kajian kaidah struktur kalimat bahasa Arab dengan konsekuen perubahan I'rab (bunyi akhir kata) berdasarkan posisi kata pada suatu kalimat. Disiplin ilmu bahasa Arab tentang tata bahasa semacam ini dikenal dengan sebutan Ilmu Nahwu.
I'rab merupakan fenomena bahasa yang hanya terdapat dalam struktur kalimat bahasa Arab.
Kata Awamil merupakan bentuk jamak dari kata 'Amil yang berarti kata-kata yang memberi pengaruh/ penentu terhadap kata di depannya. Isi kitab ini menekankan berbagai penentu i'rab kata Arab dalam struktur kalimat.
Tingkatan kitab nahwu selanjutnya yakni Kitab Jurmiyyah. Kitab nahwu ini dipelajari santri tingkat menengah atau madrasah diniyyah al wustho (MDW).
Kitab Al Jurumiyyah adalah salah satu kitab yang banyak dipakai di pesantren-pesantren tradisional karena kitab ini merupakan kitab nahwu yang paling populer dan sangat masyhur di kalangan para santri yang belajar nahwu dan sharaf, karena mudahnya uslub dan metode penyampaiannya hal menyebabkan banyak orang lebih suka belajar bahasa arab pakai matan jurmiyah ini.
Pengarang Kitab Al Jurumiyyah yakni Abu Abdullah Muhammad b. Daud Al-Shanhaji b. Ajjurum, dari Kota Fes, Maroko wafat pada 723 H) yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Ajurum.
Di kalangan santri, kitab ini menjadi salah satu sorogan favorit fan ilmu alat lanjutan. Umumnya diberikan setelah tahapan kitab jurumiyyah dapat terhafal dan terpahami dengan baik. Dengan cara penyampaian nadhom seperti ini, para pembelajar lebih terbantu ingatannya atas hafalan yang sangat muskil sekalipun.
Kitab Imrithi juga salah satu tingkatan kitab nahwu yang dipelajari santri MDW. Nadhom Al-Imriti ini merupakan matan Kitab Jurumiyyah, kitab ilmu nahwu yang diubah menjadi bentuk nadhom atau syair.
Imrithi merupakan karya Muallamah Syeikh Syarafuddien Yahyaa Al Anshari Al-Imrithi Rohimahulloh.
Isi nadhom Imriti antara lain terdiri dari bait-bait : Muqoddimah, Bab Kalam, Alamat I'rob, Bab Alamat Nashob, Bab Alamat Khofad, Bab Alamat Jazm.
Tingkatan kitab nahwu berikutnya ada Amtsilah Tashrifiyah (Al-Amsilah Al-Tasrifiyah li Al-Madaris Al-Salafiyah. Kitab shorof ini dikarang ulama Nusantara asal Krapyak, DI Yogyakarta yakni KH Muhammad Ma'shum bin Ali.
Kitab nahwu ini menerangkan tentang ilmu shorof. Susunannya yang sistematis dan teratur, sehingga mudah difaham dan dihafal bagi para penuntut ilmu. kitab ini menjadi salah satu bidang studi yang tetap dikaji. Di Indonesia kitab ini masyhur dengan julukan
Tasrifan Jombang. Keagungan kitab ini tak hanya terletak pada ilmu sharaf. Bila diteliti ternyata memuat makna filosofi tinggi.
Tingkatan kitab nahwu selanjutnya yakni Alfiyah. Kitab yang satu ini sangat terkenal dan lazim dipelajari santri tingkat atas atau Ulya.
Kitab ini berbentuk nadham 1.002 bait yang sangat padat maknanya. Kitab alfiyah merupakan kaya ulama asal Andalusia (Spanyol) yakni Syeikh Al Imam Abu Abdillah Jamaluddin Muhammad bin Abdillah bin Malik Al Tha'i al Anadalusi Al jayyani al Syafi'i yang lebih dikenal dengan Ibnu Malik.
Kitab Alfiyah ini memiliki banyak syarah atau penjelasan, salah satu yang terkenal adalah syarah miliknya ibnu Aqil, kitab ini lumayan bagus untuk pelajar nahwu lanjutan bahkan lumayan bagus juga buat pemula, karena disampaikan dengan uslub / metode yang mudah dipahami, sehingga banyak perguruan tinggi yang memakainya.
Demikian pembahasan mengenai tingkatan kitab nahwu untuk bisa memahami gramatika bahasa Arab dan membaca kitab kuning yang lazim dipelajari santri di pondok pesantren.
Wallahu A'lam
Editor: Kastolani Marzuki