get app
inews
Aa Text
Read Next : Prabowo Diminta Bantu Selesaikan Konflik PPP

Siasat Intelijen Yoga Sugomo Yakinkan Soeharto Lengser dengan Gelar Bapak Pembangunan

Sabtu, 11 Februari 2023 - 06:33:00 WIB
Siasat Intelijen Yoga Sugomo Yakinkan Soeharto Lengser dengan Gelar Bapak Pembangunan
Yoga Sugomo (kiri) dan Ali Moertopo (kanan). (Foto: Repro)

JAKARTA, iNews.id - Jenderal Yoga Sugomo adalah sosok di balik pemberian gelar Bapak Pembangunan kepada Soeharto. Pemberian gelar itu merupakan cara Yoga untuk meyakinkan Soeharto agar bersedia meletakkan jabatan sebagai presiden yang dinilai terlalu lama.

Pada 1983, Soeharto telah berkuasa selama 16 tahun. Itu setara dengan empat kali masa jabatan presiden di Amerika Serikat. 

Sebagai petinggi intelijen, Yoga berpandangan kekuasaan yang terlalu lama bisa menimbulkan ekses buruk. Selain perasaan jenuh juga mendatangkan perasaan keakuan yang berlebihan, termasuk merasa paling tahu sehingga sulit menerima kritik dan pendapat berbeda.

"Yang lebih mengkhawatirkan adalah bila timbul perasaan dan sikap yang mencampuradukkan masalah pribadi dengan pemerintahan, bahkan negara," kata Yoga dalam buku Jenderal Yoga Loyalis di Balik Layar (2018).

Yoga yang memimpin Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) menangkap indikasi itu. Dia memiliki perhitungan untuk menyelamatkan Soeharto.

Namun bukan persoalan mudah untuk meminta Soeharto lengser. Sebagai orang intelijen, Yoga selalu berhati-hati mengungkapkan pikiran, termasuk pandagan soal kekuasaan Soeharto yang terlalu lama dan dinilai sudah waktunya untuk lengser.

Yoga Sugomo salah satu orang kepercayaan Soeharto di bidang intelijen. Lahir pada 12 Mei 1925, Yoga berasal dari lingkungan santri di Kauman, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.

Pasca-agresi militer Belanda, Yoga bertugas sebagai perwira intelijen pada staf territorium militer di Banyumas.

Di departemen pertahanan, Yoga pernah menjadi staf Kolonel Zulkifli Lubis yang kala itu menjabat Kepala Badan Informasi Staf Angkatan Perang (Bisap).

Bersama Sutarto Sigit dari Jawa Timur dan Dolf Runturambi dari Sulawesi, Yoga juga pernah mendapat pendidikan intelijen di Negara Inggris.

Ali Moertopo dalam testimoninya menyebut Yoga Sugomo memegang leading position dalam penumpasan PKI tahun 1965. Bagi Yoga, menumpas Dewan Revolusi ibarat pertandingan ulang dari apa yang pernah dialaminya di Divisi Diponegoro.

Bersama Ali Moertopo, Yoga memutar akal bagaimana agar Soeharto bersedia lengser dengan kesadaran sendiri. Muncul ide mencoba menyampaikan dengan cara Jawa, yaitu memangku Soeharto agar puas menjadi tokoh senior sekaligus Bapak Bangsa.

Yoga juga sudah menyiapkan jawaban jika nantinya timbul pertanyaan dari Soeharto tentang siapa yang layak jadi penggantinya. Jawaban Yoga adalah generasi peralihan dari angkatan 45.

Cara Jawa memangku Soeharto adalah dengan menggulirkan pemberian gelar Bapak Pembangunan. Gelar itu dimaknai sebagai puncak prestasi, pengabdian dan sekaligus penghargaan rakyat kepada Soeharto.

“Tentu saja ini adalah sebuah operasi yang sangat-sangat rahasia dan peka karena menyangkut masalah perasaan yang berkelindan dengan kekuasaan," katanya.

Operasi pemberian gelar Bapak Pembangunan berhasil diwujudkan. Namun misi menghentikan Soeharto melanjutkan kepemimpinan gagal.

Di luar rencana, ada sejumlah pihak yang memanfaatkan situasi itu. Soeharto tetap melanjutkan kekuasaan sebagai Presiden Indonesia periode 1983-1988.

Dua tahun pemerintahan berjalan, apa yang dicemaskan Yoga Sugomo semakin terlihat indikasinya. Dia memutuskan tidak lagi memakai cara Jawa.

Dalam sebuah pertemuan rutin di bulan Mei tahun 1985, ia terang-terangan menyarankan Soeharto untuk berjiwa besar lengser keprabon dan tidak maju lagi pada pemilu berikutnya (1988).  

Yoga beralasan, pada tahun 1988 Pak Harto sudah berkuasa 22 tahun dan usianya sudah menginjak 67 tahun. Periode 1983-1988 juga merupakan puncak kepemimpinan Pak Harto.

Alasan jaringan informasi yang semakin melemah, serta bisnis keluarga yang terus membesar sekaligus berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial, juga disampaikan Yoga kepada Soeharto.

Yoga mengatakan siap mendukung dan mengamankan siapa yang ditunjuk Pak Harto sebagai penggantinya. Lantas, apa jawaban Soeharto? Dia hanya diam. Memilih tidak menanggapi.

Yang bereaksi justru Benny Moerdani dan Sudharmono. Keduanya langsung menolak tegas jalan pikiran Yoga.

Malam itu terjadi perdebatan keras, dan Soeharto tidak mengambil sikap. Isyarat berbeda justru terlihat dari Ibu Tien Soeharto, meski tidak ditampakkan terbuka.

“Ibu Tien Soeharto yang diam-diam mengamati, kemudian melintas di ruang pertemuan tersebut, seraya memberi isyarat cenderung mendukung usul Yoga,” begitu yang tertulis dalam Jenderal Yoga Loyalis di Balik Layar.       

Upaya Yoga kembali gagal. Sejak peristiwa itu, dia memutuskan tidak akan menemui Soeharto lagi jika tidak dipanggil. Hubungannya dengan Soeharto dan Benny Moerdani berubah dingin.

Pada Juni 1989, Yoga berhenti sebagai Kepala Bakin atas permintaanya sendiri. Kelak, pada tahun 1998 yang kemudian dikenal sebagai peristiwa reformasi, apa yang dikhawatirkan Yoga Sugomo terbukti.

Editor: Reza Yunanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut