get app
inews
Aa Text
Read Next : Mengerikan! Pemimpin Prajurit Belanda Tertembak Mata oleh Pasukan Pangeran Diponegoro

Sejarah Masjid At-Thohiriyah Tertua di Malang, Peninggalan Laskar Pangeran Diponegoro

Rabu, 20 Maret 2024 - 09:07:00 WIB
Sejarah Masjid At-Thohiriyah Tertua di Malang, Peninggalan Laskar Pangeran Diponegoro
Masjid At-Thohiriyah yang merupakan masjid tertua di Malang berdiri di kawasan Jalan Bungkuk RT 4 RW 4 Kelurahan Pagentan, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. (Foto: MPI/Avirista M)

MALANG, iNews.id - Sejarah Masjid At-Thohiriyah atau Masjid Bungkuk merupakan masjid tertua di Malang, Jawa Timur. Masjid ini dibangun oleh bekas pasukan Pangeran Diponegoro saat Perang Jawa bernama Hamimuddin.

Sosok Hamimuddin dipercaya masyarakat Malang raya sebagai penyebar agama Islam dan disematkan istilah kiai atau tokoh agama.

KH Moensif Nachrawi generasi keempat Kiai Hamimuddin mengatakan, Masjid Bungkuk dibangun pada awal abad 18 oleh Kiai Hamimuddin yang juga merupakan leluhurnya.

Dia merupakan bekas pasukan laskar Pangeran Diponegoro yang melarikan diri usai kalah di Perang Jawa. Hamimuddin kemudian menuju daerah Malang, tepatnya di Singosari yang dulunya masih hutan belantara usai lenyapnya Kerajaan Singasari.

"Di sini masih banyak pemeluk agama Hindu. Kemudian beliau mengajarkan salat, mengajar mengaji di gubug kecil, tapi lama kelamaan banyak orang yang tertarik belajar islam," ujar KH Moensif Nachrawi, Rabu (20/3/2024).

Pada akhirnya, lambat laun Kiai Hamimuddin mulai merintis pondok pesantren (Ponpes) yang menjadi cikal bakal Ponpes Miftahul Falah, Singosari. Perjuangan Kiai Hamimuddin dalam menyebarkan agama Islam ini dibantu oleh KH Thohir yang merupakan menantu Kiai Hamimuddin. Sosoknya merupakan keturunan dari Ponpes Canggaan di Bangil, Pasuruan.

"Dari masjid yang (renovasi) kedua tadi rupanya nggak bisa nampung lagi, jemaahnya makin lama makin besar. Karena jemaah salat Jumat saja nggak nampung sampai ke rumah warga ada di aula. Untuk urusan ibadah nggak ideal sehingga terpikir bagaimanapun harus dipugar, itu sekitar 16 tahun lalu," katanya.

Akhirnya masjid tertua itu pun diputuskan direnovasi dengan penambahan atap di lantai dua untuk menampung jemaah. Konstruksi pun didesain sedemikian rupa dengan menggunakan 41 fondasi. Satu fondasi untuk menara ditanam sedalam 3 meter, sedangkan lainnya ditanam sedalam sekitar 2 meter.

"Ketika diumumkan dan orang-orang mendengar Masjid Bungkuk ini mau dibangun orang berdatangan subuh dengan bawa linggis, bawa pacul, bawa apa saja yang dia punya, bukan orang jemaah sini, tahu betul saya bukan orang sini," ucapnya.

"Ternyata dengar orang datang dari mana-mana untuk ikut beramal ikut macul-macul bikin fondasi memang sudah ditetapkan 41 lubang dikasih kayu. Jadi orang sudah milih lubang sendiri-sendiri," katanya.

Menariknya ketika proses penggalian fondasi itu, beberapa warga menemukan struktur batu bata sekitar ketinggian 3 meter dengan lebar 10 sentimeter yang diduga merupakan struktur peninggalan Kerajaan Singosari. Memang secara lokasi kata Moensif, kawasan Masjid Bungkuk ini bekas ibu kota Tumapel, yang sudah hancur ratusan tahun lalu.

"Jadi tiap bata dibongkar pakai kuas hancur lagi, dibongkar utuh lagi, dibongkar hancur lagi. Kenapa ini sisa-sisa Kerajaan Singosari yang saya bilang tadi Kerajaan Singosari dibangun di abad 12 dan punah abad 13. Artinya usianya sudah 700-800 tahun ya maklum sudah aus," ujarnya.

Tak sedikit pula dalam pembangunan masjid itu ditemukan beberapa artefak bebatuan yang diduga identik peninggalan Kerajaan Singosari, salah satunya batu gilang. Batu ini disebut dibuat untuk candi agar mempercantik bangunan candi.

Pada proses pembangunannya juga, empat tiang yang menjadi cikal bakal berdirinya masjid peninggalan sejak Kiai Hamimuddin juga dipertahankan. Tiang ini dibuat semi permanen dengan ditutup kayu jati untuk memperkokoh struktur asli masjid.

"Terus yang penyangga genteng ada empat kayu dengan kayu setebal 20 sentimeter kali 12 sentimeter, jumlahnya empat. Itu renovasi tahun 60-an. Cuma ini (bangunan lama peninggalan Kiai Hamimuddin) sama sekali tidak ada hubungannya, ini sudah konstruksi modern, tidak perlu kayu, tapi itu yang disisakan dari peninggalannya masjid kyai Hamimuddin," ucapnya.

Nama At-Thohiriyah sendiri diabadikan dari nama KH Thohir, yang merintis renovasi pertama masjid di kawasan Jalan Bungkuk RT 4 RW 4 Kelurahan Pagentan, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.

Editor: Donald Karouw

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut