Rawat Tradisi, Joglo Merah Putih Lestarikan Kidung Jula Juli di Tengah Gempuran Teknologi

SURABAYA, iNews.id - Pentas ludruk kidungan jula juli masih terus lestari di tengah gempuran teknologi. Di Surabaya, Jawa Timur (Jatim), kidungan jula juli bahkan dimainkan oleh anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Kidungan jula juli merupakan bagian dari tradisi ludruk khas Jawa Timur. Liriknya pun menggunakan bahasa Jawa yang sangat lucu dan mengelitik, sehingga mengundang gelak tawa penonton yang melihat dan mendengarkannya.
Selain itu, jula juli diiringi dengan musik gamelan khas ludruk. Jula juli sendiri merupakan sebuah syair yang kemudian dilagukan ketika pertunjukan ludruk dimulai.
Pertunjukan itu pula yang dimainkan Azizatuz Jamalia (12) siswi kelas 1 SMPN 37 Surabaya bersama Bestari Fatimatuz Zahra (12), siswi kelas 1 SMPN 3 di panggung Waroeng Joglo Merah Putih Surabaya. Geraknya lincah dan seloroh yang keluar dari mulutnya kemudian mendatangkan gelak tawa dari para pengunjung.
"Ajak anak-anak untuk main keluar rumah, biar tidak mager," kata Zahra.
Melalui kidungan jula juli, Zahra dan teman-temannya di sanggar tari dan ludruk ingin terus berada di jalur tradisi. Ludruk menjadi pilihannya, melalui kesenian asli Surabaya itu, dia tetap bermain dengan teman sebayanya serta bisa bergembira.
"Bahkan teknologi juga bisa kok untuk membantu pelestarian budaya. Jadi jula juli juga ditayangkan di Youtube. Jadi masih bisa terus melestarikan kesenian tradisi," tuturnya.
Manajer Waroeng Joglo Merah Putih Aan Haryono mengatakan, ruang kesenian tetap terjaga di tengah percepatan teknologi yang berkembang begitu cepat. Pihaknya memberikan ruang bagi anak-anak untuk terus menjaga kesenian tradisi.
"Kidungan jula juli menjadi tradisi yang bisa terus dijaga, kami memasukannya sebagai bagian dari kalender kebudayaan di Joglo Merah Putih," katanya.
Dia melanjutkan, kalender kebudayaan lainnya juga terus dilakukan di Joglo Merah Putih. Selain kidungan jula juli juga ada pentas wayang, ludruk, drama, pembacaan puisi sampai musik keroncong. "Ruang kebudayaan menjadi bagian tak terpisahkan dari perkembangan masyarakat," katanya.
Editor: Ihya Ulumuddin