Pemuda di Banyuwangi Hilangkan Ketergantungan Napza dengan Terapi Musik
                
            
                Dini Anggraini (20) lalu meliuk-liukkan tangannya, tubuh berlenggak-lenggok mengiringi musik. Lalu, seorang pria memakai topeng barong mendekatinya, menari bersama.
"Kami latihan ini, karena besok ada yang tanggapan (panggilan) untuk acara sunatan," kata pria yang menjadi penabuh gendang kesenian tradisional tersebut.

Sanggar Seni Damar Kawitan Satrio Toto Sembodo di Desa Gitik Banyuwangi. (Foto: iNews.id/AM Ikhbal)
Kelompok kesenian asal Desa Gitik, Kecamatan Regojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (Jatim) ini tergabung dalam sanggar seni Damar Kawitan Satrio Toto Sembodo.
Siapa sangka orang-orang di balik panggung karpet merah ini dulunya merupakan pecandu narkoba. Mereka tampak normal seperti penggiat seni tradisional pada umumnya, mereka sembuh total berkat menyibukkan diri bermusik.
"Iya dulu saya pakai obat selama tiga tahun. Tidak ada rehabilitasi, hanya sibuk main musik saja," ujar pemuda berusia 22 tahun ini.
Mengapa bisa berhenti? Kata dia, lantaran sibuk menghafal not musik, sehingga rasa candu bisa dialihkan ke hal-hal lain. Motivasi lainnya, bila dapat panggilan, mereka dapat uang, sedangkan beli obat-obatan hanya buang-buang uang.
Sanggar Damar Kawitan Satrio Toto Sembodo diinisiasi oleh bekas pecandu narkotik, Mulyono (37). Dia berhasil sembuh juga karena mengalihkan rasa ketergantungannya lewat seni.

Mulyono, pemilik sanggar yang juga membantu remaja di desanya mengalihkan ketergantungan Napza. (Foto: iNews.id/AM Ikhbal).
"Makanya saya mau ajak adik-adik bekas pemakai ini untuk ikut berkreasi. Kalau saya dulu suka membuat kesenian barong, mereka lebih cocok untuk pentas," ujar Mulyono.
Kegiatan yang digagas sejak 2017 ini, sudah mengumpulkan 10 orang anggota. Semua anak didiknya merupakan bocah-bocah yang dulunya bermasalah, mulai dari pengguna narkoba, tukang mabuk miras, hingga yang mengalami depresi.
"Kami juga dinaungi Puskesmas Gitik untuk proses pemulihan anak-anak," katanya.
Pihak puskesmas awalnya memberikan terapi berkala, mulai dari mengurangi dosis obat yang dikonsumsi, meminimalisasi intensitas pemakaian obat, sampai mengalihkan hasrat mereka mengonsumsi obat-obatan.
Kepala Bidang Program Kesehatan Jiwa Masyarakat Puskesmas Gitik, Eko Budi Cahyono mengatakan, kelompok seni dari sanggar milik Mulyono sudah mulai aktif sejak dua tahun lalu.
"Mereka sekarang ramai tanggapan buat sunatan atau acara resepsi pernikahan," kata Eko.

Pegawai Puskesmas Gitik memamerkan hasil kerajian para pemuda mantan penyalahgunaan obat-obatan terlarang. (Foto: iNews.id/AM Ikhbal).
Dia mengatakan, penanganan terhadap eks pecandu narkoba sebetulnya bisa dilakukan dengan terapi-terapi. Mereka jadi lebih menyibukkan diri, ketimbang memikirkan rasa ketergantungan terhadap obat-obatan.
"Ada terapi kerja, musik dan spiritual. Semua itu dipraktikkan langsung oleh Pak Mulyono kepada remaja-remaja eks pemakai napza," ujarnya.
Kegiatan ini juga sudah resmi, karena memiliki SK (surat keputusan) mulai dari tingkat kecamatan hingga kabupaten/kota. Kemudian, pihak puskesmas juga menggandeng warga dan perangkat desa untuk penanganan dini.
Langkah ini diambil supaya tidak ada warga yang sampai kebablasan sebagai pecandu narkotika. Jadi, bila ada keluarga yang melihat tanda-tanda tidak beres, bisa langsung melapor ke puskesmas atau perangkat desa.
"Kami juga manfaatkan grup whatapps untuk menangani warga yang mulai terlihat gejala-gejala kecanduan obat-obatan terlarang," katanya.
Editor: Andi Mohammad Ikhbal