get app
inews
Aa Text
Read Next : Sejarah Masa Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Majapahit akibat Perebutan Takhta

Misteri Laut Merah Darah dan Tragedi Perang Bubat yang Menewaskan Raja Sunda

Kamis, 23 Desember 2021 - 11:53:00 WIB
Misteri Laut Merah Darah dan Tragedi Perang Bubat yang Menewaskan Raja Sunda
Perang bubat Majapahit dan Sunda (foto: ayobuatsejarahblogspot)

SURABAYA, iNews.id -  Rombongan raja Sunda sempat melihat laut berwarna merah darah saat perjalanan menuju Majapahit. Tanda itu memberi isyarat bahwa rombongan tidak akan kembali dengan selamat. 

Namun, Maharaja Linggabuana Wisesa tak menghiraukan tanda tersebut tetap berangkat ke Majapahit, untuk mengantarkan Dyah Pitaloka Citraresmi, sekaligus melangsungkan pesta pernikahan di ibukota Majapahit.  

Dikutip dari buku "Perang Bubat 1279 Saka: Membongkar Fakta Kerajaan Sunda vs Kerajaan Majapahit" tulisan Sri Wintala Achmad, rombongan ini berangkat di hari yang ditentukan ke Majapahit.

Tidak terlalu banyak pasukan yang mengiringi perjalanan Maharaja Linggabuana Wisesa ke Majapahit. Perjalanan jauh akan mereka tempuh dari Galuh menuju ibukota Majapahit di Trowulan. Ratusan rakyat Galuh mengantarkan sang putri beserta raja dan punggawa menuju pantai. 

Sesampainya di pantai, konon ada sebuah kejutan, mereka menyaksikan laut berwarna merah darah yang melambangkan bahwa rombongan itu tidak bakal kembali ke negeri kelahirannya. Namun tanda itu tak dihiraukan oleh Maharaja Linggabuana Wisesa dan rombongannya. Mereka tetap berangkat menuju Majapahit dengan penuh misteri.

Rombongan Sunda tiba di Pesanggrahan Bubat, datanglah utusan patih Amangkubhumi Gajah Mada yang menyampaikan maksud agar Dyah Pitaloka Citraresmi diserahkan kepada Hayam Wuruk sebagai tanda takluk Sunda ke Majapahit.

Namun hal ini membuat Maharaja Linggabuana Wisesa merasa harga dirinya telah terinjak-injak dengan perlakuan Gajah Mada, sehingga menolaknya. Tetapi sebagai raja yang arif, Maharaja Linggabuana Wisesa enggan bertindak gegabah, untuk serta merta langsung mengadakan perlawanan di tempat itu.

Tetapi kearifan hati Wisesa tak diikuti oleh seluruh anak buahnya. Pada situasi demikian, rombongan Sunda itu merasa dilecehkan. Karenanya, rombongan Sunda itu ingin mendesak Hayam Wuruk untuk menerima Dyah Pitaloka Citraresmi sebagai pengantin, bukan sebagai tanda takluk Sunda terhadap kekuasaan Kerajaan Majapahit.

Namun Hayam Wuruk tampaknya belum berani mengambil keputusan tepat. Faktor umur yang masih muda menjadikannya bimbang. Apalagi, kedudukan Gajah Mada yang sekelas perdana menteri menjadi tokoh andalan untuk Majapahit dalam mengambil kebijakan.

Di sisi lain, rombongan pengantin Sunda mulai muak dengan perlakuan yang diterimanya dari Gajah Mada. Beberapa pejabat istana Sunda seperti Larang Agung, Tuan Sohan, Tuan Gempong, Panji Melong, Rangga Kaweni, Sutrajali, Jagatsaya, Urang Pangulu, Urang Saya, dan Urang Siring, naik pitam. 

Mereka pun memutuskan untuk melakukan perlawanan terhadap pasukan Majapahit di bawah komando Gajah Mada, meski secara jumlah kuantitas jelas kalah telak. Sebelum raja Hayam Wuruk memberikan putusan, Gajah Mada dan pasukannya sudah melakukan penyerangan ke lapangan Bubat dan mengancam raja Sunda Maharaja Linggabuana Wisesa, untuk mengakui kekuasaan Kerajaan Majapahit.

Demi mempertahankan kehormatan dan harga diri sebagai ksatria Sunda,  Maharaja Linggabuana Wisesa menolak tekanan itu. Satu lesatan anak panah entah busur dari siapa menerjang utusan Gajah Mada hingga terkapar di tanah.

Suasana pun tidak terkendali, perang pun tidak terelakkan lagi. Rombongan pengantin Sunda yang tidak siap berperang menghunus pedang dan merentangkan gendewa untuk menghadapi pasukan Majapahit yang sudah siaga berperang. Timbullah peperangan yang tak seimbang antara pasukan Gajah Mada yang berjumlah besar dengan pasukan Balamati, para pejabat, dan para menteri dari Kerajaan Sunda di lapangan Bubat.

Pasukan Sunda menyerang ke arah selatan, di sana pasukan Majapahit dibuat kocar-kacir. Namun serangan dari pasukan Sunda itu dipatahkan oleh pasukan Majapahit di bawah komando Arya Sentong, Patih Gowi, Patih Marga Lewis, Patih Teteg, dan Jaran Baya. Para menteri Araraman dan pasukan berkuda berganti menyerang pasukan Sunda.

Serangan itu berhasil meluluhlantakkan pertahanan hingga pasukan Sunda menyingkir ke arah barat daya. Pasukan Sunda itu berhadapan dengan pasukan yang dipimpin langsung Gajah Mada. Setiap prajurit Sunda yang menghadang kereta Gajah Mada, berhasil disingkirkan satu persatu sehingga peristiwa itu berakhir dengan gugurnya Raja Sunda Maharaja Linggabuana Wisesa, para menteri, dan pejabat Kerajaan Sunda. 

Kemenangan yang dibayar mahal setelah itu, karena Dyah Pitaloka Citraresmi memilih bunuh diri setelah melihat ayahnya dan seluruh rombongan Sunda gugur dalam pertempuran. 

Editor: Ihya Ulumuddin

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut