get app
inews
Aa Text
Read Next : Pekerja Migran asal Grobogan Diduga Jadi Korban Kebakaran Apartemen di Hong Kong

Migrant Care Dorong Forum KTT ASEAN Hasilkan Peta Jalan Perlindungan bagi Pekerja Migran

Selasa, 22 Agustus 2023 - 23:36:00 WIB
Migrant Care Dorong Forum KTT ASEAN Hasilkan Peta Jalan Perlindungan bagi Pekerja Migran
Nasrikah, Pendiri Persatuan Pekerja Rumah Tangga Indonesia Migran (Pertimig) Malaysia, menyampaikan persoalan pekerja migran melalui sambungan daring. Foto: iNews/Mahrus Sholih

JEMBER, iNews.id- Forum KTT ASEAN ke-43 yang bakal berlangsung di Jakarta 5-7 September 2023, dinilai menjadi momentum tepat untuk menguatkan posisi tawar pemerintah melindungi pekerja migran di kawasan regional. Apalagi, forum tersebut rencananya akan dihadiri 26 negara, termasuk 10 negara yang tergabung dalam ASEAN.

Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo memaparkan, ada dua kondisi pekerja migran di ASEAN yang saling bertentangan. Satu sisi mereka berkontribusi bagi pertumbuhan, tapi di sisi lain belum mendapat pengakuan dan perlindungan. Padahal, kata dia, pertumbuhan ekonomi ASEAN dibasuh oleh keringat pekerja migran. Baik yang bekerja di sektor infrastruktur, perkebunan, perikanan, jasa, maupun perawatan dan pengasuhan.

Menurutnya, ada tiga negara ASEAN yang masuk menjadi 20 negara penerima remitansi terbesar pekerja migran. Yaitu, Philipina, Vietnam dan Indonesia. “Namun nyatanya, negara-negara ASEAN masih abai terhadap persoalan pekerja migran,” katanya, saat membuka kegiatan “Mendengar Suara Akar Rumput (Catatan untuk Keketuaan Indonesia pada ASEAN Summit ke-43)”.

Acara curah pendapat tersebut berlangsung secara hibrida yang berpusat di East Java Super Corridor (EJSC) kompleks gedung Bakorwil V Jawa Timur di Jalan Kalimantan, Kecamatan Sumbersari, Jember, Selasa 22 Agustus 2023. Agenda itu, juga diikuti secara daring oleh pekerja migran dan mantan pekerja migran dari Malaysia, Banyuwangi (Jawa Timur), Lombok (NTB), Kebumen dan Wonosobo (Jawa Tengah), Indramayu (Jawa Barat), serta Lembata (NTT).

“Dan inilah yang harus kita dorong agar seluruh negara ASEAN memaksimalkan komitmen global untuk menyusun peta jalan terkait perlindungan pekerja migran, sebagai bagian tak terpisahkan dari ASEAN Vision 2050,” imbuhnya.

Apa yang disampaikan oleh Wahyu dinilai relevan dengan kondisi faktual yang dialami pekerja migran. Dewi Srikandi, pekerja purnamigran asal Jember yang berkesempatan bercerita pada forum tersebut, mengungkapkan problem rendahnya akses dan jaminan kesehatan yang dialami pekerja migran, utamanya mereka yang bekerja di sektor rumah tangga.

“Enam bulan sekali saya memang mendapatkan medical checkup. Namun ketika sakit, saya harus bayar sendiri. Tentu saja kesulitan, karena jika menggunakan biaya mandiri cukup mahal. Padahal, hak saya sebagai pekerja salah satunya adalah mendapatkan layanan kesehatan,” ungkap mantan pekerja migran di Singapura ini, saat memberi testimoni.

Belum lagi, dia menambahkan, persoalan pra dan pascabekerja. Saat akan berangkat, biasanya calon pekerja migran akan dihadapkan pada jaringan perusahaan penyalur yang nakal. Ia mencontohkan, saat pemberangkatan ke Singapura, kala itu ia masih berusia 19 tahun. Padahal, standar penerimaan pekerja di negara tujuan minimal berumur 23 tahun. Mengakali hal itu, usianya pun dinaikkan.

“Bahkan ada teman saya yang dari Banyuwangi, saat itu usianya masih 16 tahun. Jadi ada pemalsuan data atau identitas. Waktu itu, saya belum tahu jika itu melanggar. Jadi, saya ikut saja alurnya,” ucapnya.

Kondisi serupa juga diutarakan Nasrikah, Pendiri Persatuan Pekerja Rumah Tangga Indonesia Migran (Pertimig) Malaysia. Melalui sambungan daring ia mengatakan, sampai kini para pekerja migran masih rentan menerima pelecehan dan pengabaian hak-hak, misalnya gaji tak terbayarkan. Terlebih, upah minimal bagi pembantu rumah tangga di negeri jiran itu dikecualikan dari upah minimum Malaysia sebesar 1.500 Ringgit atau sekitar Rp4.200.000.

“Sehingga kami tidak bisa fight. Belum lagi problem pekerja undokumen. Mereka ini sebenarnya adalah korban agensi. Sebagian juga ada yang kabur akibat menjadi korban kekerasan majikan dan pelecehan,” ujarnya.

Selain menyampaikan berbagai persoalan, masing-masing eks pekerja migran yang bersuara, juga menyampaikan unek-uneknya kepada pemerintah. Mereka berharap, ada perbaikan perlindungan yang berimbas terhadap meningkatnya kesejahteraan. Sejak sebelum pemberangkatan, saat penempatan dan bekerja di negara tujuan, sampai kembali ke kampung halaman.

Project Officer Migrant Care Jember Bambang Teguh Karyanto menjelaskan, inisiatif menjaring suara akar rumput pekerja migran ini agar menjadi catatan yang akan dibawa pada September nanti di puncak pertemuan pimpinan negara ASEAN. Misalnya, soal pemenuhan hak asasi manusia pekerja migran, masih adanya kekerasan, hingga jaminan ketenagakerjaan dan tata kelola migrasi yang masih jauh dari harapan.

“Kenapa itu penting? Karena Indonesia dan ASEAN khususnya, memiliki kesepakatan dan kesepahaman antarpimpinan negara, tapi seringkali implementasinya masih jauh dari harapan. Makanya, harus terus kita dorong,” pungkasnya.

Editor: Mahrus Sholih

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut