Mengenal Bekamal, Resep Ratusan Tahun ala Suku Osing untuk Olahan Daging Kurban
BANYUWANGI, iNews.id - Bekamal merupakan kuliner olahan daging yang difermentasi sebelum dimasak khas Suku Osing di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Cara pengolahannya dengan pengawetan menggunakan resep turun-temurun selama ratusan tahun.
Andiyah (50) seorang warga Suku Osing yang tinggal di Desa Tamansuruh mengatakan, bekamal bagian dari pengawetan daging yang kala itu belum ada kulkas. Tujuannya agar daging bisa dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.
Dia menjelaskan cara pengolahan bekamal dengan melakukan fermentasi daging yang disimpan dalam gerabah menggunakan sistem penggaraman sehingga daging bisa awet hingga tahunan.
“Aroma bekamal memang kurang sedap bila 2-3 hari, namun bila sudah berminggu-minggu aroma tidak sedap sudah tidak muncul lagi. Penggunaan garam, gula dan asam menjadi proses pengawetan sangat sempurna. Beraroma asam menjadi aroma khas bekamal saat proses pengawetan berjalan,” ujar Andiyah saat ditemui, Kamis (20/6/2024).
Dia mengatakan, dulu saat ada kurban dan mereka ingin menyimpan daging dalam jangka waktu lama harus dengan mengawetkannya.
"Pengawetan menjadi cara terbaik dalam pengelolaan daging agar dapat dikonsumsi meski sudah lama tersimpan,” katanya.
Menurutnya, proses pengawetan dengan aroma khas menjadi kunci bekamal. Pertama yakni dijemur di bawah terik matahari, lalu disimpan kembali dalam gerabah kedap udara. Hal itu dilakukan berulang hingga aroma tak sedap dari pengawetan berkurang.
Setelah itu baru bisa dimasak dengan cara ditumis, minyak sedikit, bawang merah dan putih serta irisan cabe menambah rasa tumis daging bekamal tersebut. Selain cara menumis, bekamal bisa masak dengan cara diberikan bumbu kecap dan bumbu olahan dari kunyit, bawang hingga sereh sehingga menyerupai semur. Bagi warga Suku Osing menyebutnya dengan istilah cemek-cemek.
“Inilah khasnya bekamal, banyak orang tidak suka karena baunya saat proses pengawetan, namun ketika sudah menjadi masakan kelezatan terjamin,” katanya
Menu olahan bekamal, selayaknya menjadi prioritas utama dalam pelestarian bagi generasi muda saat ini. Hal ini agar terus menerus terjaga menu olahan makanan dari Suku Osing.
Saat ini memang daging sudah mudah ditemui. Apalagi sudah ada pengawetan daging yang sempurna dengan memasukannya di kulkas. Namun bekamal menjadi ciri khas sendiri sebab punya aroma yang sudah hadir dari ratusan tahun.
Suku using percaya bekamal menjadi masakan terlezat yang diolah secara tradisional tanpa adanya bahan pengawet maupun kimia.
Selain kuliner, terdapat Serambi Budaya yang digagas Dompet Dhuafa, lembaga filantropi Islam yang berkhidmat dalam pemberdayaan kaum dhuafa dengan pendekatan budaya, welasasih (filantropis) dan wirausaha sosial.
Serambi budaya bersama masyarakat Suku Osing di Desa Tamansuruh ini dapat menjadi stimulus serta motivasi bagi masyarakat Indonesia untuk mencintai budaya asli negeri. Apalagi Desa Tamansuruh terletak di kawasan kaki Gunung Ijen yang sangat kaya akan etnik budaya seperti Mocoan Lontar Yusuf, Burdah, Kuntulan, Pencak Sumping dan seni budaya lainnya.
Sebenarnya di wilayah Kabupaten Banyuwangi banyak terdapat destinasi wisata budaya dengan berbagai macam potensi seni. Selain itu, Desa Tamansuruh telah beradaptasi dengan akulturasi perpaduan antara kalangan orang tua dan kaum milenial yang sadar untuk melestarikan juga memberikan pendidikan dan pengajaran tentang tradisi pendahulunya.
Para masyarakat kelompok milenial Desa Tamansuruh pun sadar tradisi terdahulu harus tetap dijaga dan dilestarikan. Saat ini ada enam desa yang diangkat dan dipilih sebagai lokasi Serambi Budaya Dompet Dhuafa.
Keenam desa ini dipilih karena potensi budayanya yang unik dan mampu berkembang, namun juga berpotensi mati jika tidak lestari. Keenam desa ini tersebar di seluruh belahan-belahan Nusantara yaitu di Maluku, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah dan Banyuwangi, Jawa Timur.
Dompet Dhuafa akan terus mengembangkan Serambi Budaya hingga kelak setiap budaya yang ada di Nusantara ini menjadi kebanggaan seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini selarasa dengan visi dan misi Dompet Dhuafa yang telah menapaki perjalanan lebih dari tiga dekade (30 tahun) untuk berkontribusi menghadirkan layanan bagi pemberdayaan dan pengembangan umat melalui lima pilar program yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial kebencanaan, dakwah dan budaya serta CSR.
Editor: Donald Karouw