Kisah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Hampir Seadab yang Bangkainya Ditemukan Arkeolog
JAKARTA, iNews.id - Kisah tenggelamnya Kapal Van Der Wijck merupakan cerita nyata yang terjadi di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Peristiwa ini terjadi pada 1936 dan baru-baru ini arkelolog menemukan titik lokasi diduga tempat bangkai kapal mewah di masanya tersebut tenggelam.
Kapal Van der Wijck merupakan milik maskapai pelayaran Belanda, Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM). Namanya diambil dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda Carel Herman Aart van der Wijck (1840-1914) yang berkuasa dari 1893 hingga 1899.
Dalam Report on Commerce, Industry and Agriculture in the Netherlands East Indies (1922: 170) dituliskan, kapal uap ini diluncurkan sebagai kapal penumpang. Kapal tersebut dibuat Maatschappij Fijenoord NV di pabrik galangan kapal di Feyenoord, Rotterdam tahun 1921.
Kapal Van der Wijck dapat mengangkut 60 orang di kelas satu, kelas dua 34 orang dan geladak mampu menampung 999 orang. Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir pernah naik kapal ini ketika dibuang ke Doven Digoel, Papua.
Kapal ini mendapat nama panggilan 'de meeuw' atau 'The Seagull' karena sosok dan penampilannya yang tampak anggun dan tenang.
Saat pelayarannya yang terakhir, Kapal Van Der Wijck berangkat dari Bali ke Semarang lalu sempat singgah terlebih dahulu di Surabaya.
Rute yang disinggahi Kapal Van Der Wijck menurut Pedoman Masjarakat (28/04/1937) antara lain: Makassar-Tanjung Perak (Surabaya)-Tanjung Mas (Semarang)-Tanjung Priok (Jakarta)-Palembang. Sebelum karam, kapal ini berlayar dari Makassar dan Buleleng.
Menurut Pandji Poestaka, kapal ini memuat 250 orang ketika lepas jangkar dari Surabaya. Beredar kabar, geladak Van Der Wijck membawa muatan kayu besi. Muatan kayu ini rencananya dipindahkan ke kapal lain setelah tiba di Tanjung Priok dan akan dibawa ke Afrika.
Kapal ini tenggelam di kawasan yang disebut Westgat, selat di antara Pulau Madura dan Surabaya, sekitar 22 mil di sebelah Barat Laut Surabaya.
Kapal Van Der Wijk pada hari selasa tanggal 20 Oktober 1936 tenggelam ketika berlayar di perairan Lamongan, tepatnya 12 mil dari Pantai Brondong.
Jumlah penumpang pada saat itu sebanyak 187 warga pribumi dan 39 warga Eropa. Sementara jumlah awak kapalnya terdiri atas seorang kapten, 11 perwira, seorang telegrafis, seorang steward, 5 pembantu kapal dan 80 ABK dari pribumi.
Koran De Telegraaf, 22 Oktober 1936, menulis sekitar 42 orang korban yang hilang. Versi lain menyebutkan, jumlah penumpang yang berhasil diselamatkan 153 orang. Sementara ada 70 orang, baik penumpang maupun awak kapal dilaporkan hilang.
Jumlah yang tidak pasti ini karena penumpang kapal tidak sesuai dengan manifes. Ada banyak kuli angkut pribumi yang tidak tercatat, kemungkinan merekalah yang banyak hilang.
Pandji Poestaka edisi 23 Oktober 1936 memberitakan kejadian tenggelamnya kapal ini. Bertindak sebagai nakhoda kapal yaitu BC Akkerman, yang usianya kala itu 43 tahun dan sudah berdinas selama 25 tahun. Dia baru dua minggu bekerja di Van Der Wijck.
Delapan pesawat udara jenis Dornier yang bisa mendarat di permukaan air dikirim untuk penyelamatan penumpang. Kapal dan perahu nelayan juga bergerak menyelamatkan korban Van der Wijck.
Sekitar 20 penumpang berhasil dievakuasi dengan pesawat dan dibawa ke Surabaya. Sementara perahu nelayan menyelamatkan puluhan penumpang, baik orang Eropa maupun bumiputera ke daratan.
Untuk memperingati peristiwa itu, sebuah monumen didirikan daerah kecamatan Brondong-Lamongan. Monumen Van Der Wijk ini berada di halaman Kantor Perum Prasana Perikanan Samudra Cabang Brondong yang berada di belakang gapura menuju Pelabuhan dan Tempat PeIelangan Ikan-Brondong.
Di Monumen Van Der Wijk itu terdapat dua prasasti yang berada di dinding barat dan timur monumen. Prasasti itu terbuat dari pelat besi dan bertuliskan dalam bahasa Belanda dan bahasa Indonesia.
Monumen itu dibangun Belanda untuk mengenang kisah tenggelamnya kapal itu di perairan Lamongan. Monumen itu juga dituliskan ucapan terima kasih dari Belanda kepada warga Lamongan yang pada saat musibah terjadi telah memberikan bantuan.
Diketahui, Kapal Van Der Wijck yang tenggelam di Laut Jawa pada tahun 1936 telah ditemukan. Dugaan lokasi atau titik tenggelamnya kapal mewah di masanya tersebut berada di sekitar perairan Brondong Lamongan.
Arkeolog Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur Wicaksono Dwi Nugroho menyebut, penemuan itu masih terus dikaji untuk dapat ditemukan bukti konkretnya berdasarkan ilmu pengetahuan.
Dia mengatakan, saat melakukan survei di titik lokasi tenggelamnya kapal sejak Juni 2021 telah diketahui dari foto-foto dan video yang didapatkan. Namun karena perairan Lamongan yang cukup keruh, survei masih terus dilakukan pada Oktober ini.
"Memang ada kapal karam di titik yang kami duga Van Der Wijck dari foto-foto dan video yang kami dapatkan. Namun masih terus proses dan melakukan identifikasi perlahan-lahan. Jadi, kami terus cocokkan bagian-bagian dengan gambar dari Kapal Van Der Wijck," ujar Wicaksono di Ruang Command Center Gedung Pemkab Lamongan, Kamis (21/10/2021).
Dia menyebut tim arkeolog juga mendapatkan informasi mulai dari pernyataan masyarakat dan nelayan, serta keberadaan monumen tugu peringatan. Saat ini BPCB masuk pada tahapan identifikasi, apakah kapal karam itu merupakan bangkai Kapal Van Der Wijck yang telah dikonfirmasi nelayan setempat.
"Identifikasi terus dilakukan guna pembuktian lebih konkret, dan untuk tercapainya tujuan tersebut perlu terus dilakukan eksplorasi. Sebab ada banyak properti," katanya.
Wicaksono menyebut masyarakat setempat juga tidak ada yang berani menjarah karena dianggap keramat.
"Kami berharap jika ke depan bisa terus dieksplorasi, diangkat dan atas izin Bupati Lamongan bisa dijadikan museum," ucapnya.
Dia mencatat beberapa barang berharga temuan di lokasi peninggalan bisa dijadikan cerita mengenai apa yang terjadi di tahun 1936.
"Itu bagian dari sejarah yang daerah lain tidak punya," kata Wicaksono saat memaparkan di hadapan Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi.
Editor: Donald Karouw