Kisah Pendirian Candi Kalasan, Penebusan Janji Rakai Panangkaran kepada Sang Guru
JAKARTA, iNews.id - Candi Kalasan merupakan peninggalan Raja Mataram Rakai Panangkaran. Dia mendirikan candi itu sebagai pemenuhan janjinya kepada sang guru.
Dikutip dari buku "Sriwijaya" yang ditulis Slamet Muljana, terdeteksinya Candi Kalasan dibangun oleh Rakai Pangkaran tercantum dalam Prasasti Kalasan.
Prasati itu menyebut Rakai Panangkaran dengan nama pribadinya Dyah Pancapana. Sang Guru Sailendra memohon kepada Dyah Pancapana atau Rakai Panangkaran untuk membangun candi dan perumahan bagi para pendeta.
Permintaan itu karena Rakai Panangkaran diyakini berkuasa penuh atas daerahnya, dan pembebasan tanah demi kepentingan pembangunan candi dan vihara dilakukan oleh raja yang berkuasa.
Di Prasasti Kalasan itu disebutkan pemberian Desa Kalasan sebagai hadiah demi pembangunan candi dan vihara dilakukan oleh Rakai Panangkaran atas permintaan sang guru.
Dikutip dari buku "Sriwijaya", pada bagian 7-9 Prasasti Kalasan berbunyi seperti berikut, Desa Kalasan dihadiahkan. Para pangkur, tawan, dan tirip, adyaksa desa, dan para pembesar menjadi saksi. Tanah yang dihadiahkan oleh sang raja supaya dijaga baik-baik oleh para raja keturunan wangsa Sailendra, oleh para pangkur, para tawan dan tirip, serta para pembesar yang bijak turun temurun.
Pada bagian 11-12 berbunyi, yang mulia Kariyana (rakryan) Panangkaran mengulangi lagi permintaan beliau kepada semua raja, yang akan menyusul untuk membina wihara itu dalam keadaan yang sempurna - sempurnanya.
Berkat pembangunan vihara, diharapkan semua orang memperoleh pengetahuan tentang kelahiran, memperoleh tibavopapanna dan mengikuti ajaran China.
Di sisi lain, pembangunan candi juga diperuntukkan sebagai persembahan kepada nenek moyang seperti dikenal dalam agama Buddha Mahayana di masyarakat Jawa Tengah.
Di masa Rakai Panangkaran pula merupakan awal berkuasanya Wangsa Sailendra yang menganut Buddha Mahayana.
Pembangunan candi dan vihara di Desa Kalasan adalah manifestasi rasa terima kasih bahwa Pancapana berhasil menduduki takhta kerajaan.
Editor: Reza Yunanto