Kisah Ken Dedes, Gagal Jadi Penguasa Akuwu Tumapel gegara Protes Rakyatnya
SURABAYA, iNews.id - Kisah Ken Dedes setelah kematian suaminya Tunggul Ametung menarik diulas. Kala itu, penguasa Tumapel tumbang akibat strategi licik Ken Arok dengan membunuh Tunggul Ametung menggunakan tangan Kebo Ijo.
Tunggul Ametung tewas dengan keris yang dihunuskan oleh Kebo Ijo. Misi menggulingkan Tunggul Ametung dengan meminjam Kebo Ijo akhirnya berhasil. Dalung diminta oleh Ken Arok mengurus jenazah Tunggul Ametung.
Di luar bilik kamar Tunggul Ametung, Ken Arok membisikkan ke Ken Dedes bahwa permainan telah usai. Ken Dedes pun menjawab bahwa strategi menggulingkan Tunggul Ametung melalui Kebo Ijo berhasil.
Ken Arok segera mengajak Ken Dedes ke pendopo Pakuwuan untuk mentahbiskan Dedes sebagai pemimpin Tumapel. Di hadapan massa rakyat yang mengepung pakuwuan, Ken Arok mengatakan bahwa karena Tunggul Ametung telah tewas, maka yang menjadi penguasa penuh adalah Paramesywari, Ken Dedes.
Sebagaimana dikutip dari "Hitam Putih Ken Arok : Dari Kejayaan Hingga Keruntuhan", pernyataan Ken Arok itu pun langsung disambut massa di luar pendopo dengan teriakan. Mereka konon tidak bisa menerima jika yang menjadi penguasa Tumapel pasca Tunggul Ametung yakni Ken Dedes.
Menurut mereka, Ken Arok-lah yang seharusnya diangkat sebagai pemimpin Tumapel. Mendengar protes ramai-ramai di luar pendopo itu, Dedes langsung terkejut dan melemparkan pandangan matanya ke Arok. Paramesywari itu, mukanya langsung agak tegang.
Ken Arok pun lantas mengulangi pernyataannya lagi bahwa dengan mangkatnya si akuwu, maka yang menjabat akuwu baru yakni Parameswari. Namun massa justru semakin keras protesnya. Akhirnya Ken Arok maju dan mengangkat tangannya sebagai tanda untuk tenang. la pun menyuruh massa untuk diam, sehingga protes- protes massa itu menjadi reda seketika.
Melihat fenomena ini, Ken Dedes langsung tahu bahwa mayoritas rakyat Tumapel lebih patuh dan tunduk pada Ken Arok. Tetapi diam-diam Ken Dedes, agak tidak rela jika jabatan sebagai akuwu Tumapel itu jatuh ke Arok dan bukan ke pangkuannya. Sebab, Ken Dedes merasa bahwa dirinya merupakan seorang brahmani dan Ken Arok adalah seorang yang berdarah sudra.
Karenanya sudah sepantasnya kalau jabatan akuwu itu berada dalam genggamannya. Namun ia juga bersikap realistis bahwa mayoritas rakyat Tumapel lebih menghendaki Arok menjadi akuwu, bukan dirinya. Mereka lebih patuh dan lebih mendengarkan suaranya Arok daripada dirinya. Tentu saja suara rakyat ini tidak bisa diabaikan.
Editor: Ihya Ulumuddin