Keluarga Syok, Si Pendiam Puji Jadi Pelaku Bom Bunuh Diri di Surabaya
BANYUWANGI, iNews.id – Keluarga Puji Kuswati yang tewas dalam bom bunuh diri di Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim), mengaku syok dan tidak menyangka anggota keluarganya menjadi pelaku terorisme. Di mata keluarga di Banyuwangi, pelaku yang lulusan pendidikan perawat dikenal pendiam dan tertutup.
Puji Kuswati adalah putri dari pengusaha jamu, Kusni dan Minarti Isfain, warga Dusun Krajan, Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi. Keluarga mengaku tidak mengetahui banyak soal keseharian dan aktivitas Puji. Sebab, sejak umur 20 bulan, pelaku diadopsi oleh tantenya yang tinggal di Magetan, kemudian menikah dengan orang Surabaya.
Puji yang sejak kecil pendiam dan tertutup, semakin tertutup sejak menikah dengan Dita Supriyanto, Puji Kuswati terkesan semakin tertutup dan jarang kontak dengan orang tuanya Kusni dan Minarti Isfain serta keluarga besarnya. Keluarga tidak menyangka Puji dan keluarganya terlibat aksi terorisme. Minggu (14/5/2018), Puji, suaminya Dita serta keempat anaknya, Fadhila Pamela Riskita, Yusuf Fadil dan Firman Halim, melakukan aksi bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya.
“Kami selaku keluarga syok banget, syok dengan kondisi ini. Beliau (ayah Puji) juga sangat syok. Beliau tidak pernah menginginkan semua seperti itu dan itu di luar. Kami keluarga yang di sini tidak pernah tahu sebelumnya, tahunya dari media,” kata perwakilan keluarga, Rusiono saat ditemui di Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Senin (14/5/2018).

Rumah orang tua Puji Kuswati di Dusun Krajan, Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jatim. (Foto: iNews/Eko Suryono)
Puji Kuswati bersama suami dan anaknya terakhir kali pulang ke rumah orang tuanya pada Januari 2018 lalu. Namun, kunjungannya pun sangat singkat. Puji seperti biasa tertutup dan tidak berbicara soal aktivitasnya.
“Itu pun datang pagi, malam cabut. Kalau pulang dia tertutup nggak pernah ngomong. Kami kurang tahu persis kenapa dia sangat tertutup karena beliau dibesarkan di Magetan,” ujar Rusiono.
Menurut Rusiono, sejak awal, keluarga juga tidak menyetujui pernikahan Puji dengan suaminya. Entah kenapa keluarga menganggap sosok suami Puji berbeda. “Keluarga di sini Karena melihatnya kok seperti itu, berbeda. Makanya apa yang dilakukan kami nggak pernah tahu,” kata Rusiono.
Kepala Desa Tembokrejo, Sumarto membenarkan, sejak bayi, Puji sudah tidak tinggal bersama orang tuanya. “Ya, dia memang putrinya Pak Kusni, tapi sejak usia 20 bulan dirawat sudah di Magetan, diambil budenya,” kata Sumarto.
Sementara itu, untuk tindak lanjut pemakaman pelaku yang tewas dalam bom bunuh diri tersebut, keluarga masih akan berkoordinasi dengan pihak terkait. “Hal itu kami kembalikan kepada yang berwenang karena mereka berdomisili di Surabaya, ya mestinya tetap harus di Surabaya. Beliau tidak punya KTP di Banyuwangi, itu permasalahannya,” kata Rusiono.
Editor: Maria Christina