Kekeringan, Warga Bondowoso Harus Jalan Kaki ke Gunung Tiap Hari Demi 3 Ember Air Bersih
BONDOWOSO, iNews.id - Warga Desa Purnama, Kecamatan Tegalampel, Kabupaten Bondowoso dilanda kekeringan. Untuk mendapatkan tiga ember air bersih, mereka harus mengantre berjam-jam, menunggu aliran sumber mata air pegunungan yang mulai mengecil.
Minimnya sumber air membuat warga tak bisa mengambil air sesuai kebutuhan. Mereka hanya mendapat jatah tiga ember air setiap hari karena harus berbagi dengan warga lainnya.
Kondisi semacam ini menjadi pemandangan harian warga desa setempat. Mereka mengantre air bersih aliran dari Gunung Kendeng yang jaraknya belasan kilometer di atas desa tempat tinggalnya.
Puluhan ember ditata berjejer, kemudian sedikit demi sedikit warga mengumpulkan ke dalam ember ketika antreannya sampai. Butuh kesabaran ekstra untuk mengisi satu ember air hingga penuh. Sebab, debit air sangat kecil, sehingga membutuhkan waktu lama.
Belum lagi, aliran pipa yang dialiri sumber air kadang mati, terutama saat siang dan malam hari. Praktis, warga hanya bisa mengumpulkan air pada pagi dan sore hari.
Salah seorang warga Desa Purnama, Nithi, mengatakan, perjuangan mencari air bersih menjadi rutinitas saat kemarau melanda. Maksimal setiap hari, setiap keluarga hanya bisa mendapatkan tiga ember air bersih.
Airnya hanya bisa untuk minum dan memasak. Sementara untuk mandi dan mencuci, warga memanfaatkan sumber air berbentuk kolam yang digunakan bersama.
"Di sini enggak ada sumur. Jadi harus jalan kaki ke sumber air di sini. Begini ini nunggu sampai musim hujan nanti," katanya. Karena itu, dia berharap pemerintah daerah bisa mengirimkan bantuan air bersih setiap hari.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bondowoso, Mahfud Junaidi, mengatakan, terdapat 44 dusun di 22 desa yang saat ini mengalami krisis air bersih. Kondisi itu terjadi karena musim kemarau.
"Untuk penanganan jangka pendek, kami sudah distribusikan air bersih di beberapa titik. Kami juga sudah memetakan untuk membuat sumur bor di beberapa wilayah yang membutuhkan," katanya.
Editor: Ihya Ulumuddin