get app
inews
Aa Text
Read Next : Buntut Motor Mogok Massal di Surabaya, Pertamina Uji Sampel BBM Pertalite

Kasus Pencabulan terhadap Anak di Jatim Fenomena Gunung Es

Sabtu, 24 Februari 2018 - 15:36:00 WIB
Kasus Pencabulan terhadap Anak di Jatim Fenomena Gunung Es
Tersangka pencabulan 65 siswa SD (bersebo) digiring petugas ke Mapolda Jatim. (Foto: iNews/Rahmat Ilyasan)

SURABAYA, iNews.id – Dua kasus pencabulan anak di bawah umur yang diungkap Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur (Jatim), Rabu, 21 Februari 2018 menambah daftar kasus serupa yang muncul ke publik. Di luar itu, masih banyak kasus serupa yang belum terekspose.

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim menyebutkan, selama kurun waktu 2017, kasus pencabulan anak di Jatim mencapai 390 kasus, baik anak sebagai korban maupun sebagai pelaku. Dari jumlah itu, korbannya mencapai 466 orang sedangkan jumlah pelaku mencapai 570 orang.

Angka ini memang mengalami penurunan dibanding tahun 2016 yang mencapai 523 kasus. Namun, tingkat aksi kekerasan yang terjadi tetap meresahkan masyarakat. Surabaya menempati urutan teratas dengan 127 kasus, Malang 48 kasus, Gresik 24 kasus, Sampang 17 kasus, dan Sidoarjo 15 kasus. Pada awal tahun ini, LPA Jatim juga mendapat laporan tujuh kasus kekerasan terhadap anak. Rata-rata korbannya usia sekolah SD hingga SMP.

“Yang kami data hanya yang melapor saja. Kalau yang tidak melapor, saya kira kasusnya cukup banyak. Kasus ini fenomena gunung es,” kata Sekretaris LPA Jatim, Isa Ansori, Jumat (23/2/2018).


Anggota Dewan Pendidikan Jatim ini mengungkapkan, ada dua pola kekerasan yang dialami anak. Pertama ketika berada di sekolah dan kedua ketika di rumah. Kekerasan yang dialami di sekolah terkadang dilakukan oleh sesama siswa. Belakangan marak bullying atau tindakan merendahkan dan meremehkan di sekolah. Sementara kekerasan di rumah biasanya pelakunya orang tua dan juga saudara.

Kekerasan terjadi karena ada sikap superior dari pelaku. Pelaku menganggap anak dalam kondisi yang lemah sehingga bisa diperlakukan semena-mena. Kekerasan di rumah bisa dalam bentuk fisik dan juga verbal atau ucapan. Kekerasan di rumah bisa terjadi ketika anak kurang patuh pada perintah orang tua. Kemudian, perilaku anak dianggap nakal. Rata-rata kekerasan yang dialami anak adalah seksual dan penelantaran. “Saya berharap agar sekolah dan juga rumah bisa menjadi tempat anak-anak untuk membiasakan perbuatan baik,” katanya.

Sementara itu, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. UU ini menjadi alat untuk menegakkan perlindungan terhadap anak-anak, utamanya dalam menghadapi kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan mereka.

Melalui UU ini, pemerintah mempertegas sanksi pidana bagi pelaku kejahatan seksual. Misalnya pelaksanaan hukuman mati bagi mereka yang mengikutsertakan anak dalam kejahatan narkoba dan pelaksanaan kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Pemberatan sanksi ini dianggap mampu memberikan efek jera. Tidak sekadar itu, UU mengatur upaya-upaya preventif sebagai langkah meminimalisasi kasus kejahatan terjadi. Pelaku kekerasan terhadap anak juga bisa diancam hukuman mati.

“Kami akan melakukan upaya untuk menghindari adanya kekerasan siswa. Salah satunya, dengan memberi pembinaan pada kepala sekolah dan guru-guru di Jatim. Ini agar proses belajar bisa berjalan aman selama di sekolah,” kata Kepala Dinas Pendidikan Jatim, Saiful Rachman.

Para guru dan kepala sekolah akan diarahkan untuk sering menjalin komunikasi dengan para orang tua siswa. Jika selama ini pertemuan hanya dilakukan untuk membahas akademis dan pembayaran uang sekolah, ke depan juga akan diarahkan untuk bersama-sama menciptakan keamanan baik keamanan siswa maupun guru. “Saat ini sekolah-sekolah di Jatim hampir seluruhnya sudah dipasangi kamera CCTV (circuit closed television). Tapi, kamera CCTV tersebut selama ini hanya dipasang di kelas-kelas,” ujarnya.

Nantinya, diharapkan CCTV juga bisa dipasang tempat-tempat yang selama ini kurang terpantau. Misalnya di toilet, lorong-lorong atau di halaman belakang sekolah. Pasalnya, tempat-tempat tersebut patut juga dikhawatirkan dijadikan lokasi tindak kekerasan siswa. “Kami juga akan perintahkan sekolah untuk memasang papan pengumuman yang berisi nomor-nomor penting yang bisa dihubungi ketika ada kondisi tidak aman. Misalnya nomor kepolisian terdekat,” tandas Saiful.

Sementara Anggota Komisi E DPRD Jatim, M Eksan di DPRD Jatim mengatakan, sekolah, orang tua siswa, dan lingkungan sosial memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memperbaiki relasi guru dan siswa. Tujuannya agar proses hubungan yang terjalin bisa lebih ramah, santun, disiplin, penuh tanggung jawab, taat hukum, dan menjunjung tinggi kerja sama dan kebersamaan dalam kehidupan sekolah. “Semua ajaran moral di dunia ini, baik yang berasal dari ajaran agama maupun budaya masyarakat semua mengajarkan berbuat baik,” katanya.

Editor: Maria Christina

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut