Asal Usul Tari Remo, Drama Perjalanan Hidup Seniman Jalanan Asal Jombang Cak Mo
SURABAYA, iNews.id - Asal usul tari remo penting diketahui untuk memperkaya khazanah kesenian daerah, terutama di wilayah Jawa Timur (Jatim). Berdasarkan catatan sejarah, tari remo atau tari penyambutan tamu berasal dari Kabupaten Jombang, Jatim.
Tari remo biasa disebut sebagai tari penyambutan tamu. Ini karena jenis tarian ini kerap ditampilkan saat kedatangan tamu penting. Begitu tamu istimewa datang, tarian remo ini akan dipertontonkan, hingga sang tamu duduk di tempat yang sudah disediakan.
Pada beberapa acara, tarian remo juga kerap dijadikan sebagai pertunjukan pembuka untuk menunggu acara utama dimulai. Tujuannya tak lain untuk mengisi kekosongan sambil menghibur para tamu.
Tari remo sejatinya dimainkan oleh seorang laki-laki yang didandani layaknya seorang perempuan, sebagaimana jathilan pada kesenian reog. Ini karena tari remo bercerita tentang seorang pangeran pemberani yang tampil di medan laga untuk melawan penjajah.
Namun, pada perkembangannya, tari remo mulai dimainkan oleh perempuan. Tak hanya itu, tari remo juga tak lagi dikhususkan sebagai pembuka pertunjukan ludruk, tetapi lebih banyak lagi. Hampir setiap kegiatan penting, termasuk kenegaraan tarian khas Jawa Timur ini kerap dipertontonkan.
Sejarah Tari Remo
Asal usul tari remo tak lepas dari seniman jalanan Cak Mo. Seorang mantan gemblak (pendamping tokoh warok) di sebuag grup reog di Ponorogo. Catatan Wikipedia menyebutkan, dahulu, saat pertunjukan seni sepi, Cakmo berkeliling kampung untuk bisa bertahan hidup.
Cak Mo memanfaatkan keahliannya sebagai penari jathil saat masih bergabung dengan grup kesenian reog. Dia berjalan dari desa ke desa untuk menarikan tarian diiringi musik sepasang kenong yang ditabuh Istrinya.
Perjuangan Cak Mo dan istri untuk mencari tambahan penghasilan ini berlangsung hingga berbulan-bulan. Hujan, panas terik atau bahkan cacian tak dipedulikan lagi. Laku ini terpaksa dijalankan karena undangan pertunjukan seni sepi. Sementara dia harus tetap menghidupi keluarganya.
Bekal sebagai mantan gemblak itulah yang membuat Cak Mo menjadi bertahan seniman jalanan. Dia mengadopsi gerakan Jathilan, warok dan Tayub serta menyanyikan kidung tembang, parikan sehingga disukai penonton.
Lambat laun, aksi Cak Mo dan istri ini didengar hingga Surabaya, hingga diminta datang untuk bergabung dengan tim kesenian Ludruk di Kota Pahlawan itu.
Karena tariannnya mirip yang ada pada Reog Ponorogo, maka orang-orang lebih mengenal dengan tarian Reyoge Cak Mo disingkat Remo.
Menurut sejarahnya, tari remo merupakan tari yang khusus dibawakan oleh penari laki-laki. Hal ini berkaitan dengan lakon yang dibawakan dalam tarian ini.
Pertunjukan Tari Remo umumnya menampilkan kisah pangeran yang berjuang dalam sebuah medan pertempuran, sehingga sisi kemaskulinan penari sangat dibutuhkan dalam menampilkan tarian ini.
Gerakan Tari Remo
Tari remo lebih mengandalkan gerakan kaki dan permainan selendang atau sampur. Karenanya, penarik remo selalu memakai lonceng yang diletakkan dipergelangan kaki.
Tujuannya, ketika kaki dihentakkan ke tanah atau panggung, maka suara lonceng akan berbunyi nyaring, berpadu dengan suara gamelan yang indah. Selain itu, karakteristik lainnya yakni gerakan anggukan dan gelengan kepala dan wajah yang ekspresif.
Untuk mengesankan sebagai pangeran pemberani, gerakan kuda-kuda yang kuat juga kental dalam tarian ini. Hentakan kaki, gerakan kepala hingga permainan selendang yang indah menjadikan tarian remo ini sangat atraktif dan menghibur.
Makna Gerakan Tari Remo
Layaknya sebuah tarian, gerakan tari remo mengandung makna filosofi yang tinggi. Berdasarkan catatan katadata, gerakan kaki yang menghentak ke tanah atau panggung merupakan simbol kesadaran manusia atas kehidupan yang di ada di muka bumi.
Sedangkan gerakan gendewa pada tarian ini diartikan sebagai pergerakan manusia yang sangat cepat seperti anak panah yang dilepaskan dari busurnya. Kemudian ada makna dari gerakan tepisan yang mengandalkan kecepatan dan kecekatan tangan dalam bergerak.
Selain itu ada pula gerakan menggesek-gesekkan kedua telapak tangan yang bermakna sebagai simbol penyatuan kekuatan yang ada dalam diri manusia. Serta ngore remo, yaitu berupa gerakan seperti merias diri terutama bagian rambut.
Busana Tari Remo
Busana penari remo hampir mirip dengan jathilan pada reog Ponorogo. Namun, yang paling khas yakni ikat kepala khas Jawa Timuran. Berdasarkan catatan, ada berbagai macam gaya busana pada tarian remo tersebut, yakni saya Sawunggaling, Surabayan, Malangan, dan Jombangan.
Gaya Surabayan terdiri atas ikat kepala merah, baju tanpa kancing yang berwarna hitam dengan gaya kerajaan pada abad ke-18, celana sebatas pertengahan betis yang dikait dengan jarum emas dan sarung batik pesisiran yang menjuntai hingga ke lutut. Selain itu setagen yang diikat di pinggang, serta keris menyelip di belakang.
Penari memakai dua selendang, yang mana satu dipakai di pinggang dan yang lain disematkan di bahu, dengan masing-masing tangan penari memegang masing-masing ujung selendang. Selain itu, terdapat pula gelang kaki berupa kumpulan lonceng yang dilingkarkan di pergelangan kaki.
Gaya Sawunggaling hampir mirip dengan gaya Surabayan. Bedanya, yakni penggunaan kaus putih berlengan panjang sebagai ganti dari baju hitam kerajaan.
Untuk gaya Malangan juga sama dengan busana gaya Surabayan, tetapi yang membedakan yakni pada celananya yang panjang hingga menyentuh mata kaki serta tidak disemat dengan jarum. Sementara untuk gaya Jombangan mirip dengan gaya Sawunggaling, hanya saja penari tidak menggunakan kaus tetapi menggunakan rompi.
Musik Pengiring
Layaknya tarian jawa, musik pengiring tarian remo yakni gamelan, terdiri atas bonang barung/babok, bonang penerus, saron, gambang, gender, slentem siter, seruling, kethuk, kenong, kempul, dan gong. Adapun jenis irama yang sering dibawakan untuk mengiringi tari remo yakni jula-juli dan tropongan.
Editor: Ihya Ulumuddin