5 Fakta Baru Desa Miliarder di Tuban, Nomor 2 Bikin Pilu
TUBAN, iNews.id - Kisah bahagia warga desa miliarder di Tuban berubah menjadi nestapa. Warga yang sempat berlimpah harta hasil dari pembebasan lahan itu kini mulai terpuruk. Sejumlah warga bahkan menjadi pengangguran karena kehilangan mata pencaharian.
Mimpi warga untuk bisa bekerja di kilang minyak yang berdiri di atas lahan mereka juga sirna. Sebab, pengelola kilang minyak tidak memberi pelung kepada mereka. Berikut faktanya.
1. Warga Protes Tak Bisa Bekerja di tempat kilang
Warga desa di ring satu pembangunan kilang minyak pertamina grass root refinery (GRR) kesal. Mereka berunjuk rasa, menuntut dipekerjakan sebagaimana janji Pertamina saat pembebasahan lahan.
Puluhan massa berjalan kaki mendatangi kilang minyak dan membentangkan poster bernada protes. Mereka menagih janji, dipekerjakan di kilang minyak, sekalipun hanya menjadi pekerja kasar.
2. Uang Habis dan Menganggur
Kekhawatiran warga desa miliarder di Tuban usai lahan dibeli Pertamina akhirnya menjadi kenyataan. Sebagian besar warga, terutama petani kini menganggur. Sebab, tidak ada lagi lahan sawah yang bisa dikerjakan.
Kekhawatiran ini pernah disampaikan salah satu petani, Rohman. Dia merasa tidak tenang begitu semua lahan sawahnya habis terjual. Sebab, uang hasil pembebasahan lahan sudah dibagi-bagi dengan saudaranya, termasuk dibelikan tanah untuk bercocok tanam. Namun, lokasinya jauh dari tempat tinggal. Selain itu, lahannya tak sesubur yang dibebaskan.
Nasib pilu juga dialami Musanam (60) warga Desa Wadung, Kecamatan Jenu. Dia mengaku hidupnya tak tak bahagia meski kini ia tinggal di rumah gedong dan terkesan mewah. Sebab rumah dan lahan tegal miliknya yang dulu dia jual ke Pertamina kini hanya cukup untuk kembali membangun rumah barunya. Uang ratusan juta yang pernah dia terima juga tak bersisa sama sekali.
Setiap hari Musanam hanya mencari rumput untuk tiga sapinya. Sedangkan tiga sapi lainnya telah dia jual untuk makan sekeluarga.
3. Menyesal Jual Tanah untuk Kilang Minyak
Warga desa miliarder di Tuban menyesal telah menjual lahannya untuk pembangunan kilang minyak GRR Tuban. Sebab mereka merasa keberadaan kilang minyak tidak memberikan manfaat apa pun untuk warga sekitar.
Keluhan itu mereka sampaikan karena tidak ada warga sekitar yang dipekerjakan di tempat tersebut, sekalipun menjadi buruh kasar.
Dahulu, mereka punya mimpi bisa bekerja di kilang minyak, begitu proyek selesai dibangun. Kalaupun usia sudah tua, ya anak-anak mereka yang telah lulus SMA.
Tetapi, faktanya sampai saat ini belum ada. Musanam misalnya, telah mendaftarkan anaknya untuk bekerja. Namun, hingga saat ini belum juga ada panggilan. "Sampai sekarang masih menganggur. Hanya didaftar, tidak dipanggil-panggil," tuturnya.
Karena itu, mereka merasa masih enak punya lahan, meski tinggal di gubuk reyot. Sebab, setiap hari masih bisa ke sawah untuk bercocok tanam. "Hasilnya mungkin tidak seberapa, tapi masih bisa diharapkan, yang penting tidak nganggur," tutur Musanam.
4. Uang Habis untuk Bangun Rumah, Beli Mobil dan Makan
Uang banyak hasil pembebasan lahan untuk kilang minyak ternyata tidak bertahan lama. Sebab rata-rata uang itu habis untuk membangun rumah hingga membeli mobil dan barang mewah.
Mereka terlena, sehingga tidak bisa mengelola uang dengan baik dan habis. Padahal, jika ditabung dan dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin mereka masih merasakan hasilnya.
Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana warga saat itu ramai-ramai membeli mobil, motor dan barang mewah lainnya begitu mendapatkan uang. Sampai-sampai kampung di sekitar proyek kilang minyak viral sebagai desa miliarder.
Kabar ini pula yang menyita pada sales dari kota. Mereka datang berduyun-duyun menawarkan aneka barang untuk dibeli.
5. Tagih Janji Pertamina
Selain pekerjaan, warga di sekitar proyek kilang minyak juga menagih janji Pertamina untuk memberikan program padat karya kepada warga sekitar. Beberapa di antaranya ternak ikan atau kambing.
"Dulu katanya mau dikasih ikan. Yang senang lele dikasih lele. Pokoknya kami ini masih punya aktivitas (pekerjaan) sekalipun lahan pertanian sudah tidak ada. Tapi sampai sekarang tidak ada," katanya.
Editor: Ihya Ulumuddin