SIDOARJO, iNews.id — Dua santri yang selamat dari tragedi ambruknya musala Pondok Pesantren Al Khoziny, yakni Haikal (13 tahun) dan Nur Ahmad (14 tahun), terpaksa menjalani amputasi untuk menyelamatkan nyawa mereka. Keputusan sulit ini diambil tim medis berdasarkan kondisi medis kritis setelah proses evakuasi.
Haikal mengalami amputasi kaki kirinya setelah tiga hari dua malam terjebak di bawah reruntuhan. Menurut dr. Larona Hydravianto, Sp.OT dari RSUD R.T. Notopuro, kondisi kaki Haikal sudah memasuki tahap dead limb, di mana aliran darah ke bagian bawah tungkai kiri tidak ada lagi, serta muncul tanda-tanda infeksi sistemik yang dapat membahayakan nyawa.
Sementara itu, Nur Ahmad harus menjalani amputasi lengan kiri langsung di lokasi kejadian. Saat ditemukan, tangannya terjepit bongkahan beton musala yang roboh. Operasi darurat dilakukan di bawah reruntuhan oleh tim medis yang dipimpin dr. Larona bersama dokter lainnya, termasuk dr. Aaron Franklyn. Proses operasi dilakukan dalam kondisi sangat terbatas, dengan ruang sempit dan peralatan minim.
Tim medis mengaku banyak tantangan yang dihadapi, mulai dari lokasi yang sempit, kondisi korban yang syok, hingga risiko runtuhan susulan. “Meski penuh risiko bagi penolong, naluri sebagai dokter mendorong kami tetap bertindak untuk menyelamatkan nyawa,” ujar dr. Larona.
Hingga kini, Haikal dan Nur Ahmad masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Tragedi ambruknya musala Ponpes Al Khoziny ini meninggalkan duka mendalam bagi keluarga besar pesantren, sekaligus menjadi pengingat pentingnya keselamatan dan kesiapan bangunan di lingkungan pendidikan.
Editor : Komaruddin Bagja
Artikel Terkait