SURABAYA, iNews.id - Koordinator Tim Hukum Pemenangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak, Hadi Mulyo Utomo, mengapresiasi langkah cepat Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sidoarjo atas syuting video klip Via Vallen untuk kampanye Gus Ipul dan Puti Guntur di Pendopo Delta Nugraha Kabupaten Sidoarjo, Senin, 22 Januari 2018, lalu.
Menurut Hadi, Panwaslu Sidoarjo telah bertindak tepat, tegas dan terukur atas praktik pelanggaran tersebut. Sebab tidak hanya mengirim surat teguran, Panswlu juga meminta aktivitas serupa tidak dilanjutkan, serta melarang hasil video dipublikasikan.
“Kami mengapresiasi langkah Panwaslu yang langsung menegur pihak terkait. Ini menunjukan sikap Panwaslu yang profesional, tegas dan terukur. Kami juga berharap hasil syuting video klip itu tidak dipublikasikan karena masuk delik pidana,” tegas Hadi, Kamis (25/1/2018).
Karena itu, pihaknya akan turut mengawal langkah Panwaslu Sidoarjo tersebut. Pihaknya akan ikut mengambil sikap bilamana hasil syuting video klip tersebut dipublikasikan. “Kami pasti akan menyikapinya secara tegas, sebab melanggar ketentuan Pasal 68 huruf H juncto Pasal 74 ayat 1 Peraturan KPU No 4 Tahun 2017 tentang Pedoman Kampanye,” jelasnya.
Selebihnya, alumnus pasca sarjana Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) itu mengingatkan kepada seluruh kepala daerah, tak terkecuali di Sidoarjo, agar memberikan teladan dengan bersikap netral.
Di antaranya dengan tidak menyalahgunakan jabatan dan kewenangan pemerintahan sebagai pejabat publik untuk kepentingan kampanye. Imbauan dan peringatan ini diharapkan bisa menciptakan proses demokrasi yang terhormat dan fair, tanpa nuansa kecurangan.
“Standar aturan ini tidak hanya diimbau untuk dipatuhi lawan, tetapi kami juga wajibkan untuk tim internal kami,” ucap Hadi.
Perspektif Etik dan Hukum
Sementara itu, Pengamat Tata Negara Unair, Haidar Adam menilai, proses pembuatan materi kampanye di Sidoarjo setidaknya bisa disikapi dalam dua perspektif, yakni etik dan hukum.
Dari sisi etik, tindakan Bupati Sidoarjo bisa dipandang sebagai sikap pemihakan kepada bakal calon tertentu. Padahal, bupati sebagai pejabat publik, seharusnya dalam konteks ini dapat bersikap tidak memfasilitasi pembuatan materi yang jelas-jelas akan digunakan untuk alat kampanye.
“Bupati mesti berdiri di atas semua golongan dan tidak mengistimewakan pihak tertentu, sehingga demokrasi bisa berjalan dengan fair. Tapi untuk saat ini memang tidak ada ketentuan kampanye yang dilanggar dengan adanya peristiwa tersebut,” terangnya.
Sedangkan dari sisi hukum, lanjut Haidar, peristiwa tersebut justru akan tampak saat kegiatan yang sudah dilaksanakan dibuat untuk menjadi materi kampanye dan ditayangkan pada masa kampanye.
Hal itu bisa saja dinisbatkan pada larangan dalam Pasal 68 h Peraturan KPU tentang Penggunaan Fasilitas Negara dalam Kampanye. Hal tersebut
juga berlaku untuk tim kampanye Khofifah-Emil.
“Saran saya, untuk bakal calon gubernur dan wakil gubernur, sebaiknya tidak menggunakan fasilitas negara pada saat kampanye maupun pembuatan materi kampanye. Mereka wajib menjadikan Pilgub tahun ini sebagai Pilgub yang bermartabat,” ucap Haidar.
Editor : Himas Puspito Putra
Artikel Terkait