MALANG, iNews.id - Pangeran Diponegoro merupakan seorang pahlawan nasional yang berjuang mengusir Belanda. Selain berjuang mengangkat senjata dengan berperang, Diponegoro kental dengan nilai-nilai agama.
Bahkan dia kerap nyantri belajar agama ke beberapa tokoh ulama. Bisa dikatakan, Pangeran Diponegoro menjadi tokoh agama Islam kala itu.
Diponegoro konon memiliki ketertarikan dengan ajaran-ajaran syariah Islam. Apalagi sejak lahir di Tegalrejo, dia sudah memperoleh pendidikan pesantren dan agama Islam sehingga menjadi seorang Muslim yang taat.
Dari sumber-sumber Jawa, dapat diperoleh gambaran tentang ragam teks bacaan mengenai agama Islam selama Pangeran belajar di Tegalrejo. Di antara karya-karya Islam yang jadi favoritnya yakni Kitab Tuhfah berisi ajaran sufisme tentang 'tujuh tahap eksistensi' yang sangat laku di kalangan orang Jawa dalam perenungan tentang Tuhan, dunia dan tempat manusia di dalamnya. Hal ini sebagaimana dikisahkan dari 'Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro: 1785 - 1855'.
Pangeran juga akrab dengan traktat-traktat tentang teologi mistik Islam, seperti usul dan Tasawuf dan juga syair-syair mistik Jawa seperti suluk. Sejarah para Nabi pada kitab Serat Anbiya dan Tafsir Quran ikut menjadi bagian dari kurikulum sastranya. Begitu pula karya-karya didaktik filsafat politik Islam seperti Şirat As-salatin dan Taj As-Salatin.
Bidang lain yang juga mendapat perhatian khusus Diponegoro tampaknya adalah hukum Islam: Taqrīb, Lubāb al-fiqh, Muharrar, dan Taqarrub (suatu komentar tentang Taqrīb) yang semua itu dikenal Diponegoro. Dia dengan bangga mengoleksi buku-buku hukum Islam Jawa-nya yang disimpan oleh seorang temannya di Yogya selama Perang Jawa.
Kenyataan itulah yang dapat menjelaskan kenapa Diponegoro kemudian sangat kritis terhadap reformasi hukum 1812 yang diberlakukan oleh pemerintah Inggris, termasuk yang memangkas kewenangan pengadilan agama Jawa.
Karya-karya tentang hukum Islam, teologi mistik, tata bahasa dan tafsir Quran, tampaknya telah digunakan secara umum dalam pengajaran dalam pesantren-pesantren Jawa masa itu. Hal ini membuat minat khusus Diponegoro, dalam karya-karya tentang hukum Islam barangkali tidak terlalu istimewa dalam konteks pendidikan pesantren pada masa itu.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait