JEMBER, iNews.id - Pengasuh salah satu ponpes di Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Kiai FM, menjalani sidang perdana kasus dugaan pencabulan, Kamis (4/5/2023). Dia didakwa telah mencabuli dan melakukan kekerasan seksual terhadap tiga santrinya.
Sidang digelar secara daring. Kiai FM menjalani persidangan dari Lapas Kelas IIA Jember. Sementara majelis hakim yang dipimpin Alfonsus Nahak, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Adek Sri Sumiarsih, serta kuasa hukum terdakwa Nurul Jamal Habaib hadir di ruang sidang Candra Pengadilan Negeri (PN) Jember.
"Agenda pembacaan surat dakwaan terkait pencabulan terhadap anak dan kekerasan seksual," kata Adek kepada wartawan.
FM didakwa melakukan pencabulan anak dan kekerasan seksual. Korbannya sebanyak tiga orang yang merupakan santrinya.
"Sidang selanjutnya akan dilakukan secara luar jaringan (luring), sehingga terdakwa dihadirkan dalam persidangan di PN Jember. Kami juga perlu melakukan koordinasi dengan pihak Polres Jember terkait pengamanan selama sidang," tuturnya.
Dia mengatakan, tim kuasa hukum tidak membacakan eksepsi atau tanggapan terhadap dakwaan JPU dalam sidang perdana tersebut. Sehingga majelis hakim menunda sidang dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi pada Kamis (11/5/2023) pekan depan.
Sementara Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Jember, I Gede Wiraguna Wiradarma, membenarkan perkara dugaan pencabulan yang terjadi di lingkungan pondok pesantren di Kecamatan Ajung itu telah memasuki tahap persidangan.
"Kami telah menyiapkan lima Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan perkara tersebut," katanya.
FM didakwa melanggar Pasal 82 ayat (2) Jo Pasal 76E Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
MF juga dijerat Pasal 6 huruf c Jo Pasal 15 huruf b Undang-undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Selain itu, MF juga dijerat Pasal 296 ayat (2) ke-2 KUHP.
Dia juga dijerat UU RI Nomor 17 Tahun 2016 digunakan karena ada dua perempuan yang menjadi korban diketahui masih berada di bawah umur dan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual merujuk adanya korban perempuan yang sudah dewasa.
Editor : Rizky Agustian
Artikel Terkait