Sekretaris DPD LPPP Siti Nafisiah dalam diskusi online bertajuk ‘Pasca Risma, Surabaya Masih Butuh Sentuhan Perempuan?’, Minggu (9/8/2020).(foto: istimewa)

SURABAYA, iNews.id - Bursa bakal calon wakil wali kota perempuan ramai jelang Pilwali Surabaya 2020. Pertarungan bukan lagi soal siapa bakal calon wali kota yang akan tampil, mengingat posisi ini hampir pasti milik mantan Kapolda Jatim Machfud Arifin dan kandidat dari PDIP.

Direktur Index Indonesia, Andy Agung Prihatna menuturkan, jika akhirnya slot calon wali kota hanya diisi kandidat dari laki-laki, sebaiknya calon wakil dari kalangan perempuan. Mengingat dalam satu dekade, 2010-2020, Surabaya mencapai prestasi hebat bersama wali kota perempuan, Tri Rismaharini

“Kalau yang bertanding di Surabaya hanya laki-laki, itu menafikkan histori. Sebab, secara empirik kepemimpinan perempuan selama satu dekade menunjukkan kemajuan luar biasa,” katanya dalam diskusi online bertajuk ‘Pasca Risma, Surabaya Masih Butuh Sentuhan Perempuan?’, Minggu (9/8/2020).

Terlebih, masyarakat Jatim bisa menerima perempuan sebagai pemimpin. Dari data yang dibeber Agung, tercatat ada 79 perempuan pemimpin pemerintahan diIndonesia. Rinciannya, gubernur (1), wakil gubernur (2), bupati/wali kota (43), dan wakil bupati/wakil wali kota (32).

Dari jumah ini, Jatim menyumbang perempuan pemimpin pemerintahan terbanyak, 13 orang. Rinciannya gubernur (1), bupati/wali kota (8), wakil bupati/wakil wali kota (4).

“Jatim nomor satu se-Indonesia. Ini artinya apa? Ya masyarakat Jatim maupun Surabaya menerima perempaun sebagai pemimpin,” kata kepala Divisi Penelitian LP3ES 2005-2007 tersebut.

Hal sama ditegaskan Sekretaris DPD Lingkaran Pendamping Program Pemberdayaan (LPPP) Surabaya, Siti Nafsiyah. Menurutnya, figur perempuan masih dibutuhkan untuk memimpin Surabaya.

Apalagi, selama dua periode, Risma tak hanya membawa kemajuan bagi Surabaya, tapi juga dicintai warganya. “Itu realitas yang tak bisa dipungkiri, karena Bu Risma bisa melayani dan mengayomi warganya,” katanya.

Menurut Agung, kombinasi yang ideal yakni keterwakilan dari nasionalis-agamais. Sebab, secara geografis Surabaya tidak bisa dilepaskan dari belahan sosial antara kultur nasionalis dan agamais.

“PDIP, misalnya, bisa saja mencalonkan perempuan sebagai wali kota. Namun, kalau tidak, perlulah perempuan yang diusung menjadi wakil wali kota,” ujarnya.

Demikian sebaliknya di kubu Machfud Arifin. Sebab, perempuan masih dibutuhkan mengingat aspek-aspek empirik, termasuk memiliki kepedulian lebih tinggi terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan laki-laki.

“Kalau Pak Machfud merasa seorang nasionalis, harusnya juga mengambi porsi yang berbasis agama, khususnya perempuan,” katanya.

Sementara Siti menyarankan, selain pertimbangan elektoral, calon wakil yang akan dipilih sebaiknya figur perempuan yang memiliki karakter kepemimpinan seperti Risma, yakni suka blusukan, melayani, dan mengayomi warganya.

“Dari kandidat perempuan di antaranya Lia Istifhama, Dwi Astuti, dan Reni Astuti, maupun Dyah Katarina. Kita bisa lihat sendiri siapa yang banyak turun ke pasar, kampung, PKK dan sebagainya. Sudah bisa kita lihat kok,” katanya.


Editor : Ihya Ulumuddin

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network