MALANG, iNews.id - Basah air hujan di Jalan Sitirejo, Desa Parangargo, Wagir, Kabupaten Malang belum kering saat hujan kembali turun Jumat (29/10/2021) sore. Tak begitu deras, tapi rintiknya cukup jadi obat rindu bagi tanah dan rumput kering yang ditinggal sepanjang kemarau.
Di kiri jalan, seorang pemuda penjaga Pertamina Shop (Pertashop) 5p.65106 tak mau kalah. Dia membiarkan seragam merahnya basah demi melayani para pembeli yang sudah mengantre.
“Alhamdulillah, hujan lagi,” kata Rifki Regita, pemuda penjaga Pertashop asal Parangargo, Wagir, Jumat (29/10/2021).
Pukul 17.00 WIB memang menjadi waktu sibuk bagi pemuda 22 tahun lulusan SMA ini. Sebab, pada jam itu para pekerja pabrik rokok waktunya pulang. Saat itu beberapa di antara mereka akan datang berombongan untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) di Pertashop tempatnya bekerja.
“SPBU jauh. Ada di Gadang dan Pakis Aji, sekitar 6 kilometer. Mereka semua akhirnya ngisinya ke Pertashop ini,” katanya.
Saking ramainya, untuk sore hari ada dua karyawan yang harus berjaga, Rifki dan seorang teman laginya bernama Deni Syaputra. Keduanya bergantian setiap satu jam melayani pembeli.
“Rame terus makanya harus gantian sampai malam," kata mantan karyawan pabrik konveksi tersebut.
Selain Rifki dan Deni ada satu karyawan lagi yang ikut bekerja menjaga Pertashop. Satu karyawan mendapat jadwal dari pukul 09.00 WIB sampai 14.00 WIB, sedangkan dua lainnya dapat shift sampai malam menyesuaikan mobilitas warga yang tinggi saat sore hingga malam hari.
Kendati sibuk, Rifki sangat menikmati aktivitas barunya tersebut. Bagi Rifki, bisa tetap bekerja di tengah pandemi merupakan berkah luar biasa. Sebab, lebih dari setahun lalu dia merasakan getir sebagai pengangguran.
Awal pandemi 2020 lalu anak ketiga dari empat bersaudara ini di-PHK. Industri konveksi yang menjadi tumpuannya sejak lulus SMA tiba-tiba kolaps sehingga harus tutup dan merumahkan semua pegawai.
“Saya benar-benar bingung waktu itu. Stres,” ucapnya.
Rifki menghela napas, mengenang masa sulitnya. Maklum dia harus membantu membiayai sekolah adiknya sebab sang ayah sudah tua dan sering sakit. Ibunya juga tidak bekerja. Sementara dua kakaknya telah berumah tangga, tak mungkin direpoti lagi.
Sejumlah pabrik di Malang dan Surabaya sudah dia datangi. Tapi tak satu pun menerimanya. Alasannya sama, pandemi. Waktunya perusahaan mengurangi karyawan. Mengencangkan ikat pinggang.
Rifki sebenarnya pernah mendapat tawaran bekerja menjaga kafe di Surabaya. Namun kesempatan itu tidak diambil karena gajinya kecil, hanya Rp1,5 juta per bulan. Tidak cukup untuk hidup di Surabaya.
Karenanya dia memilih kembali pulang ke Malang.
“Berat juga sebenarnya. Tapi ya mau bagaimana lagi,” katanya pasrah.
Keputusan Rifki untuk pulang ke Malang ternyata tidak salah. Beberapa pekan sepulang dari Surabaya dia mendapat kabar ada Pertashop yang baru buka di wilayah Wagir dan membutuhkan karyawan.
“Saya dikabari Pak RT. Disuruh buat lamaran. Alhamdulillah diterima dan bekerja sampai sekarang,” ujarnya.
Karena itu, pantang bagi Rifki untuk bermalas-malasan. Dia mengatakan, bisa kembali bekerja setelah menjadi pengangguran merupakan berkah luar biasa. Semua harus disyukuri dengan bekerja penuh tanggung jawab dan dedikasi.
Nasib hampir sama juga dialami dua rekan kerja Rifki lainnya. Mereka tak lagi menjadi pengangguran dan beban keluarga setelah mendapatkan pekerjaan sebagai penjaga SPBU berskala mini tersebut.
Begitulah, keberadaan Pertashop telah membuka lapangan pekerjaan baru bagi orang-orang seperti Rifki dan dua rekannya.
Tumpuan Warga Penggerak Ekonomi Desa
Pertashop 5p.65106 Wagir belum buka. Sebuah tulisan di atas kertas menempel pada penutup mesin pompa, 'HABIS'. Pesan ini sengaja ditulis agar pelanggan tidak datang dulu karena stok pertamax di Pertashop itu habis.
Meski begitu beberapa pengendara tetap singgah, memastikan pertamax di Pertashop itu benar-benar kosong.
“Habis pak, kiriman belum datang,” ucap salah seorang karyawan, Deni Syaputra dari dalam ruangan.
Mendengar kalimat itu, beberapa di antara pelanggan kembali. Sementara sebagian lagi memilih menunggu. Berharap kiriman segera datang dan dia bisa mengisi.
“Daripada jauh ke SPBU mending ke sini pak. Harganya sama Rp9.000. Kalau eceran malah Rp10.000 gak sampai seliter, ” kata salah seorang pedagang sayur, Najih Muslim.
Selisih Rp1.000 bagi pedagang sayur seperti Nasih sangatlah berarti. Sebab, setiap hari dia harus keliling kampung menggunakan motor.
Najih mengaku sangat terbantu dengan fasilitas Pertashop tersebut. Sebab, jarak SPBU relatif jauh dari tempat tinggalnya di Desa Bedalisodo, kawasan lereng Gunung Kawi. Belum lagi akses lalu lintas menuju SPBU juga padat dan sering macet.
“Habis waktu kalau ke sana. Apalagi, kalau sedang buru-buru,” katanya.
Kondisi itu diakui salah seorang karyawan Pertashop 5p.65106 Wagir, Deni Syaputra. Menurutnya banyak warga di lereng Gunung Kawi serta desa pelosok di wilayah Wagir yang datang ke tempatnya.
Sebab, banyak di antara mereka yang bekerja di kawasan Parangargo. Mulai dari buruh pabrik, karyawan toko, atau pedagang pasar.
“Di sini dekat dengan kecamatan. Ada pasar dan pabrik, jadinya ramai,” tuturnya.
Secara geografis, Desa Parangargo memang dekat dengan pusat perekonomian Wagir. Akses jalan yang melintasi Pertashop 5p.65106 Wagir juga terhubung dengan Pabrik Gula Kebonagung, kawasan Wisata Kota Batu serta pusat Kota Malang melalui jalur Dieng.
Itu sebabnya, stok bahan bakar di Pertashop 5p.65106 Wagir cepat habis. Deni mengatakan pasokan 3.000 liter Pertamax di tempatnya bisa habis dalam sehari.
“Pertashop di sini paling ramai dari yang lain,” katanya.
Deni mengatakan pada awal berdiri, Pertashop 5p.65106 Wagir hanya menghabiskan 500-1.000 liter. Tetapi, sekarang bisa sampai 3.000 liter.
“Sebab, awalnya orang ragu. Takut harganya mahal melebihi SPBU dan tidak resmi. Tapi sekarang tidak lagi,” ucapnya.
Sales Branch Manager I Pertamina Malang Raya Ahmad Ubaidillah Maksum mengatakan, kehadiran Pertashop bukan sekadar memberi kemudahaan masyarakat mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM), tetapi juga membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat di tingkat desa.
“Karenanya kami punya tagline One Village One Outlet (OVOO). Target kami Pertashop bisa mendukung pertumbuhan ekonomi desa,” katanya.
Ubaid mengatakan, sejak diluncurkan tahun lalu, pertumbuhan Pertashop cukup pesat. Di wilayah Malang Raya misalnya, saat ini sudah terdapat 25 outlet yang telah beroperasi. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah mengingat potensi serta respons masyarakat yang cukup bagus.
Ikhtiar Pertamina mendongkrak ekonomi masyarakat desa melalui Pertashop mendapat apresiasi dari Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa. Bahkan dia berharap Pertashop tidak hanya survive di tingkat desa, tetapi juga pondok pesantren sebagaimana gagasan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Diketahui, Menteri BUMN Erick Thohir memberikan target kepada Pertamina untuk mendirikan 10.000 Pertashop di pondok pesantren. Misi itu dilakukan untuk membangun kemandirian ekonomi umat, sekaligus menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait