Pelukis Basoeki Abdullah (Foto: Repro/ist)

SURABAYA, iNews.id - Pelukis Basoeki Abdullah mengagumi Raden Saleh dan sekaligus meminati lukisan-lukisan potret sebagaimana ciri gaya melukis Raden Saleh. Seperti halnya maestro perupa Indonesia lainnya. Basoeki Abdullah juga bersetuju Raden Saleh Syarif Bustaman dinobatkan sebagai pelopor seni lukis modern Indonesia.

Namun Basoeki menolak jika disamakan dengan Raden Saleh. Ia ingin tumbuh kembang sebagai perupa yang menjadi diri sendiri. “Saya mengagumi Raden Saleh, karena ada kemiripan dalam jalan kehidupan. Tapi saya tak ingin jadi Raden Saleh. Saya adalah Raden Basoeki Abdullah,” kata Basoeki Abdullah seperti dikutip dari buku Basoeki Abdullah Sang Anoman Keloyongan.

Raden Basoeki Abdullah yang lahir di Sriwedari Solo, 27 Januari 1915 itu,  merupakan anak kedua dari lima bersaudara pasangan Raden Abdullah Suriosubroto dan Raden Ayu Sukarsih atau Raden Nganten Ngadisah.

Ayahnya yang dikenal pelukis naturalis adalah putra dokter Wahidin Sudirohusodo (1857-1917) dengan istri pertama yang bernama Freuiletau de Brtuyne alias Anna. Sementara ibu Basoeki Abdullah yang merupakan seniman batik berasal dari keluarga Kasunanan Solo. 

Sama dengan Raden Saleh yang menimba ilmu melukis di Eropa. Pada akhir tahun 1933, Basoeki Abdullah yang menjejakkan kaki di Belanda, langsung menuju Den Haag yang biasa disebut s’Gravenhage. Ia mendaftarkan diri sebagai siswa Koninklijke Academie van Beeldenden Kunsten, yakni akademi seni lukis yang dikelola Kerajaan Belanda.

Sebagai siswa baru, Basoeki diwajibkan beradaptasi. Selama setahun ia hanya menjadi siswa pasif, yakni  hanya mendengarkan guru mengajarkan tekhnis melukis. Di awal-awal kuliah itu, Basoeki lebih banyak menggunakan waktunya untuk mengunjungi galeri dan museum yang bertebaran di kota Belanda.

Bagi Basoeki, melihat adalah bagian dari belajar. Menghayati adalah mengolah pelajaran dan merenung adalah upaya mengkristalisasi olahan pelajaran. Dalam kesempatannya menikmati isi galeri dan museum, karya-karya pelukis abad 17, seperti Gerrit Dou yang mengusung tema kedokteran, telah memikatnya.

Pelukis alam benda Frans Snyders dan Pieters Janzs Saenredam yang gemar menggambar kota-kota tua, juga tak luput dari perhatiannya. Namun hati Basoeki Abdullah lebih tertambat pada karya pelukis Anthony van Dyck (1599-1641).  Lukisan-lukisan Anthony yang bertema manusia menjadi bagian penting dari acuan dunia kesenilukisannya.

“Menurut penuturannya, karya-karya pelukis inilah yang mendorongnya untuk menjadi pelukis potret,” kata Agus Dermawan T dalam Basoeki Abdullah Sang Hanoman Keloyongan.

Kehadiran Basoeki Abdullah menarik perhatian para mentornya di akademi. Hogeward dan Meyer, para guru utamanya di akademi memujinya. Mereka mengakui Basoeki Abdullah sebagai murid paling terampil saat itu.

“Setelah dulu Saleh Syarif Bustaman (Raden Saleh), kini Basoeki yang paling mengesankan,” puji Direktur Akademi Dr .Ir. Platinga. Basoeki Abdullah menyelesaikan belajarnya di Belanda pada Maret 1937 dalam waktu dua tahun dua bulan atau lebih cepat 10 bulan dari ketentuan tiga tahun.

Selama di negeri Belanda, ia mengalami masa-masa rindu tanah air. Di dalam sebuah kamar berukuran 16 meter, Basoeki menumpahkan kerinduannya. Hasilnya sebuah lukisan Pangeran Diponegoro yang digambarkan mengendarai kuda berlari kencang.

Ia menggambar Diponegoro dengan balutan jubah putih yang berkibar dan mata menyorot tajam. Tangan kanan pangeran Jawa yang sangat dihormati itu tampak menuding ke depan. Sementara tangan kirinya mencengkram kuat kendali kuda. Dalam perjalanannya, lukisan berjudul Pangeran Diponegoro Memimpin Perang itu kemudian digubah dan disempurnakan kembali, dan selesai tahun 1949.

Lukisan yang dianggap salah satu karya penting maestro Basoeki Abdullah itu kemudian menjadi koleksi Presiden Soekarno. Dr Werner Krauss, seorang peneliti Jerman yang mendalami Raden Saleh menyebut lukisan Pangeran Diponegoro Basoeki Abdullah memiliki penggambaran terkuat tentang sosok Diponegoro.

“Terbukti dengan banyaknya monumen yang didirikan berdasarkan lukisan tersebut,” tulis Werner Krauss dalam kitab pameran “Aku Diponegoro- Sang Pangeran dalam Ingatan Bangsa” tahun 2015. Lantas, dari mana Basoeki Abdullah bisa mengenali wajah Diponegoro yang tidak pernah terekam oleh media visual apa pun itu? Basoeki membeberkan pengalaman spiritualnya.

“Saya pernah dipertemukan dengan Diponegoro di Pantai Parangtritis oleh Nyai Roro Kidul. Kami tidak berdialog sama sekali. Saya menunduk saja. Tapi saya sempat curi-curi menatap wajahnya,” tutur Basoeki Abdullah dalam Basoeki Abdullah Sang Anoman Keloyongan.

Pelukis Basoeki Abdullah wafat pada 5 November 1993 setelah menjadi korban kejahatan perampokan. Basoeki ditemukan meninggal dunia di kediamannya Pondok Labu, Jakarta Selatan dengan luka serius di bagian kepala. 


Editor : Ihya Ulumuddin

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network