SURABAYA, iNews.id – Mabes Polri membentuk tiga tim besar untuk menelusuri rentetan kasus kekerasan terhadap tokoh dan simbol agama di Indonesia. Tim besar ini terdiri atas anggota kepolisian, pakar IT (informasi dan teknologi) hingga dokter kejiwaan.
Sepekan lalu, tiga tim besar ini telah diterjunkan di tiga wilayah di Indonesia. Di antaranya di Jawa Barat, Yogyakarta, serta Jawa Timur, menyusul rentetan kasus di tiga wilayah tersebut. Tim itu bertugas untuk menangkap, menelusuri serta mengusut sejumlah peristiwa
kekerasan yang terjadi.
“Tim ini sudah bekerja. Paling besar ada di Jawa Timur. Karena ini hari ini saya datang untuk melakukan supervisi. Melihat sejauh mana progres kerja tim tersebut,” kata Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Syafruddin seusai bertemu alim ulama se-Jatim di Polda Jatim, Rabu (21/2/2018).
Syafruddin menyampaikan, kasus kekerasan yang terjadi di sejumlah daerah adalah buah dari isu hoax yang sengaja dibangun. Menurutnya, ada oknum yang sengaja mengolah isu tersebut, sehingga seolah-olah memang ada kekacauan berkedok agama di Indonesia. “Jawa Timur juga begitu. Ada banyak kasus kekerasan yang terjadi. Tetapi hanya dua yang benar. Lainnya hoax,” katanya.
Meski begitu, Syafruddin optimistis kasus tersebut segera terungkap. Sebab, pelaku penyebar hoax sudah ditangkap dan sedang dikembangkan. “Untuk pelaku penyerangannya juga tetap kami selidiki. Bagaimana tidak warasnya. Karenanya semua ahli kita libatkan, terutama dokter ahli kejiwaan. Sehingga jelas tidak bias,” katanya.
Apakah kasus kekerasan ini memiliki pola sama dengan kasus ninja tahun 1998? Syafrudin mengaku sangat berbeda. Pasalnya saat itu (1998) gerakannya sangat massif dan terstruktur. Sementaara, saat ini lebih banyak yang hoax. “Hasil penyelidikan kami kasus ini 95 persen hoax. Ini terjadi karena ada yang mendesain informasi hoax ini. Sehingga harus hati-hati,” tuturnya.
Wakil Rais Aam PBNU KH Miftahul Akhyar mendukung upaya Mabes Polri untuk mengusut tuntas rentetan kasus kekerasan terhadap tokoh dan symbol agama tersebut. Miftahul Akhyar yakin polisi akan bekerja dengan baik dan bisa membongkar dalang di balik semua peristiwa itu.
Miftahul Akhyar juga memastikan bahwa para ulama di Jawa Timur tetap tenang dan tidak takut, apalagi terpancing terhadap segala kasus kekerasan tersebut. Hanya saja, kadang para santri reaktif karena tidak ingin kiainya terluka.
“Insyaallah para kiai di Jatim biasa saja. Kalau santri ya dimaklumi. Sebab, merka tidak ingin terjadi apa-apa pada kiainya. Istilanya, tergores kulitnya saja tidak rela. Maka, kami semua akan mendinginkan mereka (para santri),” tandasnya.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait