LAMONGAN, iNews.id - Kasus penganiayaan polisi terhadap keluarga pengantar jenazah di Lamongan menyisakan trauma berat bagi keluarga korban. Mereka pun tidak terima dengan perlakuan brutal oknum polisi, mengingat mereka tidak bersalah.
Salah seorang keluarga korban Satriya Galih Wismawan ingat betul bagaimana ayah mertuanya diseret dari mobil lalu dipukuli tanpa ampun, hingga kemudian dibawa ke kantor Polsek Babat. Padahal, mereka dalam suasana berduka, membawa jenazah dari rumah sakit.
"Saat itu kita mau pulang ke Bojonegoro. Membawa pulang jenazah dari Surabaya menuju Bojonegoro lewat Lamongan. Kami beriringan, ada mobil ambulans dan mobil pribadi yang berisi bapak mertua beliau bapak dari jenazah," katanya, Kamis (13/1/2022).
Saat di kawasan pertigaan Babat, Lamongan itu lah insiden penganiayaan terjadi. Saat itu tiba-tiba rombongannya dihadang oleh sebuah mobil yang berisi sejumlah orang berpakaian preman. Mobil yang mengadang itu, membuat mobil rombongannya terhenti.
"Saya berada di dalam mobil ambulans. Saat itu awalnya saya tidak tahu ada apa. Tiba-tiba saat mobil diberhentikan, ada mobil menghadang di depan mobil dan ada mobil patroli (polisi) di sebelah kiri," tuturnya.
Dari arah sisi kanan mobil sang mertua muncul seseorang berpakaian preman menembakkan senjata api. Sang mertua yang ada di posisi sopir, lalu dipaksa keluar mobil sembari ditodong senjata api.
Dia lantas dimasukkan ke dalam mobil patroli polisi. Sedangkan mobil pribadi yang awalnya dikendarai sang mertua, dibawa oleh dua polisi berpakaian preman ke polsek. Sedangkan mobil ambulans yang membawa jenazah juga turut dibawa ke polsek.
Setibanya di polsek, beberapa polisi sempat mengecek keranda di dalam mobil jenazah. Mereka seperti mau memastikan apakah betul ada jenazah di dalam mobil ambulan tersebut. Setelah mobil ambulans diperiksa, seorang polisi yang mengaku bernama Dimas menjelaskan padanya, jika mereka telah terlibat 33.
"Awalnya saya tidak tahu apa itu 33. Setelah saya searching di internet ternyata itu semacam kode untuk kejadian kecelakaan. Polisi bernama Dimas itu lah yang menyita surat kendaraan dan SIM bapak saya," katanya.
Awalnya, dia meminta bukti penyitaan pada polisi yang menyita surat kendaraan sang bapak. Namun, sang polisi tidak mau memberi tanda terima apapun dengan alasan tidak jelas.
Tak berselang lama, rombongan jenazah akhirnya dilepaskan. Mereka lalu melanjutkan perjalanan ke Bojonegoro untuk memakamkan jenazah sang istri. Namun, Galih mengaku tidak terima dengan perlakuan para polisi tersebut. Karena itu dia melaporkan kasus tersebut ke Propam Mabes Polri melalui aplikasi Propam presisi.
Dari laporan itu, dia lalu ditelepon oleh Mabes Polri dan laporannya diteruskan ke Polres Lamongan. Hasilnya, Kapolres Lamongan AKBP Miko Indrayana beserta rombongan mendatangi rumahnya untuk meminta maaf.
"Kami memaafkan tapi saya minta agar para pelaku juga meminta maaf secara terbuka ke media massa dan media sosial. Kami minta supaya nama kita dibersihkan. Sebab, beredar juga dimedia sosial bahwa penangkapan itu, penangkapan maling atau pengedar narkoba. kami minta dibersihkan," katanya.
Kapolres Lamongan AKBP Miko Indrayana dikonfirmasi membenarkan soal kejadian tersebut. Namun, dia enggan banyak berkomentar dengan alasan akan melakukan rilis kasus itu pada Jumat nanti.
"Jumat nanti akan kita rilis ya, biar sama-sama dengan wartawan lainnya. Udah dari awal kita tangani, kami sudah periksa," katanya.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait