TULUNGAGUNG, iNews.id - Kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami aktivis mahasiswi IAIN Tulungagung terjadi saat korban dan pelaku hendak berkemah di lereng Gunung Wilis, Kediri pada 2 September lalu. Ketika itu, tubuh korban digerayangi dan dipaksa melayani nafsu bejat pelaku yang merupakan seniornya di kampus.
Kronologi kejadian berawal saat korban sedang minum kopi di warung depan Kampus IAIN dan mendengar pelaku hendak berkemah ke lereng Gunung Wilis, Kediri. Korban tertarik ikut, apalagi dengan pelaku sudah saling kenal yang merupakan seniornya di Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Tulungagung.
Korban yang aktif dalam forum kajian gender juga mengenal pelaku sebagai aktivis mahasiswa pecinta alam (mapala).
"Memang benar, korban yang meminta ikut naik Gunung Wilis," ujar sumber di lingkungan Kampus IAIN Tulungagung Senin (16/11/2020).
Sejak awal, korban mengaku tidak pernah menaruh prasangka buruk. Pikirnya, pelaku yang berasal dari Kediri merupakan aktivis yang baik. Kendati dalam percakapan via WhatApps (WA) sudah ada gelagat kurang baik, korban masih menganggap sebagai guyonan.
Termasuk saat pelaku menegaskan kemah di lereng gunung Wilis hanya dilakukan berdua, sebagai junior korban tidak kuasa menolak.
"Korban berfikir positif. Naik ke gunung juga bukan pengalaman pertama kali," kata sumber yang tidak bersedia dikutip nama.
Hari itu juga keduanya berangkat ke Kediri dengan berboncengan sepeda motor. Sekitar pukul 17.00 WIB, mereka tiba di wilayah Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri.
Keduanya berhenti sebentar. Pelaku mengajak korban mampir ke sebuah warung sate kambing. Usai makan dan ngobrol sejenak, sekitar pukul 19.00 WIB keduanya kembali melanjutkan perjalanan. Memasuki kawasan sepi, pelaku mulai memperlihatkan tingkah aneh.
Di atas motor yang berjalan, pelaku meminta korban memijat panggungnya. Oleh korban, permintaan itu langsung ditolak. Mendekati lokasi, pelaku tiba tiba kembali menghentikan motornya. Kali ini beralasan pandangannya terhalang kabut tebal.
Kebetulan di tempat itu terdapat sebuah warung makan. Namun warungnya sudah tutup. Pelaku mengajak korban singgah sebentar dan untuk menata perbekalan.
Di bagian luar warung yang tutup itu tingkah aneh pelaku kembali muncul. Tangannya tiba-tiba menyentuh pundak korban, namun langsung ditepis.
Pelaku juga sempat bertanya ke korban jika selama ini apa belum pernah disentuh laki laki. Saat mengucapkan itu tangannya kembali berusaha merangkul korban dan lagi-lagi langsung dikibaskan. Korban sangat kaget dan tidak menduga saat pelaku tiba-tiba berbuat nekat dengan menggerayanginya.
Korban coba melawan hingga berhasil melepaskan diri dan berlari menjauhi lokasi. Sambil menangis, korban berteriak minta pulang ke Tulungagung. Korban menolak melanjutkan kemah. Saat itu pukul 20.00 WIB, pelaku menuruti permintaan korban. Keduanya kembali berboncengan motor menuju Tulungagung.
Tidak disangka, saat di motor pelaku kembali coba berbuat cabul. Korban kemudian meminta turun dekat jembatan Ngadiluwih. Selanjutnya korban memberhentikan bus dan pulang seorang diri ke Tulungagung.
Masih menurut sumber, korban langsung membuat testimoni kepada teman-temannya sesama aktivis di kampus soal kejadian tersebut.
"Setelah itu dengan didampingi aktivis yang lain mereka menyampaikan persoalan ke pihak kampus," katanya.
Aktivis Dewan Eksekutif Mahasiswa Instute (Dema I) IAIN Tulungagung Roiyatus Saadah yang mendampingi korban mengatakan, bukti dugaan pelecehan seksual tersebut sudah dikumpulkan. Termasuk chat WA pelaku kepada korban enam hari setelah kejadian. Chat tersebut berisi permintaan maaf pelaku.
"Semua alat bukti dugaan pelecehan seksual tersebut sudah kami kumpulkan," kata Roiyatus.
Bersama puluhan mahasiswa lintas fakultas, para aktivis ini menggelar unjuk rasa di depan Rektorat IAIN. Mereka menuntut Rektorat mengusut tuntas kasus dugaan pelecehan seksual tersebut. Para aktivis juga menuntut kampus menangguhkan ijazah pelaku yang baru saja diwisuda.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait