Banser ikut serta dalam penumpasan gerombolan PKI di Blitar Selatan. (Foto: ist/ilustrasi)

BLITAR, iNews.id – TNI Kodam VIII Brawijaya mencium aroma kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) di wilayah Blitar Selatan. Operasi Trisula Blitar Selatan pun digelar. Operasi yang dipimpin Kolonel Infantri Witarmin ini melibatkan 10.000 anggota Banser.

"Jalan apa pun yang ditempuh oleh gerombolan PKI tidak akan menolong dari kehancurannya," kata Kolonel Infantri Witarmin dalam buku Operasi Trisula Kodam VIII/Brawidjaja. 

Atas perintah langsung dari Panglima Tertinggi TNI, Kodam Brawijaya langsung bergerak cepat. Perintah Operasi 02/05/1968 diluncurkan dengan diikuti pembentukan Komando Operasi Trisula. Batalyon Infantri 531/Para, Batalion Infantri 511, Batlion Infantri 513, Batalion Infantri 521, dan Batalion Infantri 527 dikerahkan. 

Kodim 0808 Blitar, Kodim 0807 Tulungagung, Kodim 0818 Malang serta sejumlah Koramil, juga dilibatkan sebagai satuan teritorial. 

Komando Operasi Trisula juga menyiapkan (On call) Batalyon Zeni Tempur Amphibi di Pasuruan, Batalyon Artileri Medan di Ngawi, Batalion Infantri 501/Para, serta Grup Resimen RPKAD. Kekuatan Angkatan Udara Taktis juga diterjunkan. 

Operasi Trisula Blitar Selatan mendapat dukungan Ansor Banser NU. Lebih dari 10.000 Banser yang berasal dari Blitar, Kediri, Malang, Jombang, Tulungagung dan Trenggalek, diterjunkan ke Blitar Selatan. 

Agar sesuai isi perintah Operasi 02/05/1968, semua Banser yang bergerak bersama TNI mengenakan seragam Hansip/Wanra. KH Maksum Djauhari Komandan Banser Pesantren Lirboyo Kediri, ikut terjun langsung dalam operasi penumpasan. 

"Saya sendiri waktu itu ya pakai seragam Hansip, berkeliling sampai pedalaman Blitar dan Malang Selatan," kata Gus Maksum dalam Banser Berjihad Menumpas PKI. 

Isi utama dari Perintah Operasi 02/5/1968 adalah menghancurkan proyek basis PKI Blitar Selatan. Di bawah Komandan Satgas Operasi Trisula Kolonel Infantri Witarmin, perang dimulai. 

Pos Komando Pertempuran diletakkan di wilayah Kademangan. Pengepungan besar-besaran dilakukan di wilayah Suruhwadang, Maron dan Ngeni (SMN), yang merupakan desa-desa proyek mutlak PKI Blitar Selatan. Untuk meringkus kader dan simpatisan PKI yang bersembunyi di tengah warga, TNI menerapkan taktik pagar betis. 

Di bulan Juni 1968. Banser yang berpakaian Hansip, personel TNI dan masyarakat berderet panjang hingga puluhan kilometer. Mulai dari Suruhwadang hingga Maron. Pengepungan tersebut diikuti dengan aksi penggeropyokan kilat. 

Pasukan Operasi Trisula juga bergerak intensif di seluruh perbatasan Blitar Selatan di wilayah Tulungagung dan Malang. Wilayah perbatasan terbongkar sebagai jalur keluar masuk kurir PKI dari Surabaya dan Malang. 

Dijelaskan secara rinci dalam buku Operasi Trisula Kodam VIII/Brawidjaja. Pada hari pertama Operasi Trisula dalam waktu singkat sebanyak 4.280 orang dikumpulkan. Sebanyak 8 orang teridentifikasi sebagai anggota Gerilya Desa dan 2 orang sebagai Detasemen Gerilya PKI Gaya Baru Blitar Selatan. Banyak kader PKI yang tertangkap hidup-hidup, dan menyerah. 

Namun tidak sedikit yang mempraktikkan aksi Gerakan Tutup Mulut (GTM) dan 3 Tidak (Tidak Tahu, Tidak Dengar dan Tidak Mengerti). Saat diinterogasi mereka memilih mengunci mulut. Rata-rata aksi GTM dilakukan para kader PKI tingkat bawah. Sementara kader tingkat menengah atas memilih berbicara, dan oleh TNI langsung dipakai sebagai petunjuk operasi. Meski terdesak, para kader PKI yang lolos dari penggeropyokan,  melawan. 

Baku tembak terjadi di medan-medan sulit. Tebing perbukitan dan hutan. Dalam bertempur PKI menerapkan gaya perang gerilya. Menyerang tiba-tiba, menghindar bila lawan berkekuatan besar, menyerang bila lawan berkekuatan kecil, serta melakukan gerakan kucing-kucingan, yakni menyerang dan menghilang. TNI meladeni dengan taktik perang anti gerilya. Dengan taktik spiral, satu sasaran diserang berulang-ulang. 

Serangan berlangsung estafet tanpa henti, dengan tujuan tidak memberi kesempatan musuh istirahat dan berkonsolidasi. Sejumlah Ruba (Rumah bawah) yakni lubang-lubang di pinggir sungai yang menjadi tempat pesembunyian orang-orang PKI, dihancurkan. Dengan gerakan intelejen di kawasan yang dikuasai PKI, TNI melancarkan operasi Ayam Alas dengan taktik Ublek Telur (Aduk Telur). 

Sesuai namanya Ublek Telur, penyisiran di dilakukan berulang dan terus menerus. Dalam waktu singkat, simpul-simpul PKI di masyarakat terbongkar. Mereka yang selama ini sebagai sumber logistik PKI dan termasuk jaringan pembinaan ideologi di tengah massa rakyat, terungkap. Seluruh rakyat mulai ragu dan tidak mempercayai lagi gerombolan PKI yang sudah lama menguasainya. 

Dengan menamai Operasi Kolomonggo, pasukan TNI bersama Banser NU terus merangsek maju ke wilayah yang dikuasai PKI. Orang-orang PKI yang menolak menyerah, digilas. Dalam baku serang di kawasan Gunung Asem Panggungrejo, Oloan Hutapea terbunuh. 

Dedengkot PKI itu ambruk dan tewas setelah lemparan batu besar mengenai kepalanya. Pada 15 Juni 1968, Ir Soerachman juga tewas tertembak di kawasan hutan Desa Maron. Surachman sudah diperingatkan untuk menyerah, namun nekat kabur. Bedil Kopda Soepono mengakhiri hidupnya. Surachman merupakan pimpinan PNI ASU (Ali Sastroamidjojo-Surachman) yang berafiliasi dengan PKI. 

Pada 20 Juli 1968, Batalyon Infantri 511 berhasil menangkap Rewang hidup-hidup di Sumberjati, Kademangan. Ruslan Widjajasatra Ketua Politbiro PKI Gaya Baru Blitar Selatan tertangkap 13 Juli 1968 di Kaligrenjeng. 

Hanya selisih sehari, yakni 14 Juli 1968, Ketua Departemen Perjuangan Bersenjata (Perjuta) Munir ditangkap di Dukuh Jembangan. Perang urat syaraf dengan seruan 3 M, yakni Membantu, Menyerah atau Mati terbukti ampuh. Banyak kader PKI Blitar Selatan yang sudah terkepung akhirnya memutuskan menyerah. Operasi Trisula selama 90 hari di sepanjang tahun 1967-1968, berhasil menumpas PKI Gaya Baru Blitar Selatan. 

Sebanyak 57 pimpinan PKI mulai tingkat CC (Pusat), CDB (Provinsi), CS (Kabupaten) hingga CSS (Kecamatan) ditangkap hidup dan mati. Operasi yang dipimpin Kolonel Witarmin berhasil menyita 43 pucuk senjata api dengan berbagai jenis, 20 peralatan senjata api, termasuk radio dan mesin ketik, serta 135 perkakas lainnya. 

Untuk mencegah terulangnya peristiwa kebangkitan PKI di Blitar Selatan, TNI menempatkan anggotanya sebagai caretaker di pemerintahan mulai tingkat kecamatan hingga desa. 


Editor : Kastolani Marzuki

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network