SURABAYA, iNews.id - Kisah kesaktian Pangeran Diponegoro menarik diulas. Pangeran Diponegoro dikenal sebagai sosok pahlawan yang memiliki kesaktian. Konon sang pangeran bahkan bisa menjatuhkan kutukan kepada siapa pun, yang tidak menepati janji atau yang berkhianat.
Kesaktian Pangeran Diponegoro tak lepas dari ketaatannya kepada sang pencipta. Selain itu Pangeran Diponegoro juga rajin tirakat, hingga beberapa kali bertapa dan berkholwat untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Semua itu sudah terkenal luas di kalangan masyarakat kala itu. Bahkan barang-barang pribadinya, seperti tongkat ziarah bergagang besi ukir berbentuk cakra (cakram) atau Kiai Cakra, juga dianggap keramat dan punya kekuatan supernatural.
Begitulah, pangeran seorang pribadi yang tidak boleh dianggap enteng, seorang pribadi yang kuat secara rohani dan mumpuni dalam seni mistik Jawa. Dikisahkan pada "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro: 1785-1855" dari Peter Carey disebutkan, kepercayaan rakyat kebanyakan pada kekuatan spiritualnya juga meluas sampai ke medan tempur.
Pangeran dianggap tak mempan peluru. Bahkan sang pangeran pernah tertembak sampai dua kali dalam pertempuran di Gawok, pada 15 Oktober 1826. Tetapi ketika diperiksa di tubuhnya tidak terlihat ada bekas luka tembak. Mengetahui itu, pasukan Belanda pun sempat tak percaya hingga menganggap Pangeran Diponegoro mengenakan pakaian tempur dari besi.
Kesaktian Pangeran Diponegoro diakui oleh salah satu trah keturunan Pangeran Diponegoro yang tergabung dalam Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (Patra Padi). Sekretaris Umum Patra Padi Pandu Setyawan menjelaskan, Pangeran Diponegoro memang orang yang memiliki kekuatan magis. Hal ini terjadi ketika Pangeran Diponegoro bertengkar dengan teman kecilnya Patih Danurejo 3.
"Versi Babad Gondokusumo digampar pakai kursi, dan kursinya kursi zaman dulu kursi jati, berat jatinya, berat kursinya, tapi itu bisa dilemparkan ke Patih Danurejo 3," ucap Pandu Setyawan.
Hal ini menandakan adanya kesaktian dari sang pangeran, mengingat kursi dari kayu jati yang berat itu dengan mudahnya diangkat dan dilemparkan ke Patih Danurejo 3. Tetapi karena sang patih juga memiliki kesaktian, maka ia juga tak mengalami luka sama sekali, meski pada akhirnya Patih Danurejo 3 malu dengan tamu-tamu yang lain.
"Pangeran Diponegoro ini bukan orang kosongan, dalam artian punya kesaktian. Artinya yang gampar (melempar) orang sakti, yang digampar juga orang sakti. Patih Danurejo ya enggak luka, tapi malunya tujuh turunan," katanya.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait