MOJOKERTO, iNews.id - Kerajaan Majapahit salah satu kerajaan termasyhur yang pernah ada di nusantara. Di Gunung Penanggungan terdapat bukti kemasyhuran Kerajaan Majapahit pada masa kekuasaan Prabu Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada.
Gunung Penanggungan dahulu bernama Gunung Pawitra. Gunung tersebut adalah gunung berapi kerucut, dalam kondisi istirahat yang berada di ketinggian 1.653 mdpl (meter di atas permukaan laut).
Di gunung yang berada di Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur itulah terdapat harta karun yang terpendam.
Posisi Gunung Penanggungan berada di perbatasan dua kabupaten, yaitu Kabupaten Mojokerto (sisi barat) dan Kabupaten Pasuruan (sisi timur), dan berjarak kurang lebih 55 km sebelah selatan kota Surabaya. Gunung Penanggungan merupakan gunung kecil yang berada pada satu klaster dengan Gunung Arjuno dan Gunung Welirang yang jauh lebih besar.
Kendati kecil, gunung ini diliputi aura kekeramatan mulai dari kaki sampai mendekati puncak. Banyak harta karun yang menjadi jejak peninggalan Kerajaan Majapahit yang dibangun pada periode Hindu-Buddha dalam sejarah Indonesia. Gunung Penanggungan dipandang sebagai gunung keramat yang merupakan jelmaan Mahameru, gunungnya para dewa di zaman kerajaan.
Tertulis di dalam kitab Tantu Panggelaran Saka 1557 atau 1635 M, para dewa sepakat untuk menyetujui bahwa manusia dapat berkembang di Pulau Jawa. Namun pulau itu tidak stabil, selalu berguncang diterpa ombak lautan. Alasan untuk menstabilkan kondisi Pulau Jawa, para dewa memindahkan Gunung Mahameru dari Jambhudwipa ke Jawadwipa.
Dalam perjalanan kepindahan tersebut, sebagian Mahameru ada yang rontok berjatuhan, dan menjelma menjadi gunung-gunung yang ada di Pulau Jawa dari barat ke timur. Bagian terbesarnya jatuh menjelma menjadi Gunung Semeru, sedang puncak Mahameru dihempaskan oleh para dewa menjadi Pawitra yang sekarang disebut Gunung Penanggungan.
Gunung Pawitra menjadi gunung yang keramat dalam peninggalan Jawa masa Hindu-Buddha, karena puncak Mahameru yang dipindahkan ke Jawa. Gunung Pawitra yang kerap disebut sebagai Gunung Keramat ini menjadi bukti bagaimana peradaban Majapahit sangat dinamis dalam menjalankan sistem pemerintahan.
Berada tidak jauh dari pusat keraton Majapahit di Trowulan, gunung dengan ketinggian 1.653 meter di atas permukaan laut tersebut seakan menjadi pusat spiritual kerajaan. Di setiap jengkal kaki melangkah, pecahan terakota berserakan di tanah. Ratusan situs purbakala berupa candi-candi yang dibangun pada abad 15 mengelilingi puncak Pawitra.
Gunung Penanggungan dikelilingi empat bukit di bawahnya yaitu Gajah Mungkur (1087 m), Bekel (1238 m), Kemuncup (1227m) dan Sarah Klopo (1275 m). Setiap bukit terdapat situs purbakala dengan ragam cerita yang melegenda di masyarakat.
Entah mistos atau fakta, yang pasti situs purbakala peninggalan Majapahit itu menjadi harta karun warisan luhur Mapajapit yang layak dijaga dan dilestarikan. Dari lereng Gunung Penanggungan, Candi Jedong berdiri megah dan kokoh. Candi ini punya dua bangunan gapura yaitu Candi Jedong 1 dan Jedong 2.Menurut para peneliti, di Desa Jedong terdapat tiga gapura, namun kini hanya tersisa dua gapura.
Candi Jedong pertama bernama Candi Lanang (laki-laki), letaknya dekat pintu masuk. Sedangkan Candi Jedong kedua disebut Candi Wadon (perempuan). Kedua candi tersebut dihubungkan oleh tembok yang terbuat dari susunan batu sekitar sepanjang 50 meter. Meski nampak sama, namun rupanya kedua Candi ini memiliki tinggi dan ukiran yang berbeda. Candi Jedong Lanang memiliki tinggi 9,75 meter, sedangkan Candi Wadon tinggi 7,19 meter.
Pada bagian ambang pintu Candi I terdapat candrasengkala yang berbunyi Brahma Nora Kaya Bhumi yang berarti tahun 1307 Saka atau 1385 M. Sedangkan candi 2 terdapat hiasan kala dengan ukiran apik lainnya. Ada dua bangunan berbentuk paduraksa, bangunan berbentuk gapura yang memiliki penutup.
Paduraksa adalah sebuah pintu gerbang, yaitu terdiri atas tiga bagian; kaki atau landasan tempat tangga, tubuh bangunan tempat gawang pintu, dan atap bersusun yang dilengkapi kemuncak atau mastaka. Paduraksa dilengkapi dengan lawang (lubang gawang pintu) dan daun pintu.
Adanya gapura paduraksa menandakan bahwa kompleks bangunan yang memiliki gerbang seperti ini adalah bangunan penting, seperti tempat suci, atau istana. Kabarnya, dahulu Candi ini menjadi tempat peristirahatan para Raja Majapahit dan Singosari bersama permaisurinya.
Dilansir dari idsejarah.net, pendapat lain juga mengatakan Candi Jedong diperkirakan berfungsi sebagai pintu masuk menuju Desa Perdikan (Tanah Sima). Di mana Desa Perdikan merupakan daerah yang dibebaskan dari kewajiban pajak.
Jika dilihat lebih saksama pada bagian atas ambang pintu Candi 2 terdapat hiasan kala bagian kepala. Relief kala memang biasanya diletakkan di ambang atas pintu, jendela, atau relung pada candi. Relief kala bukan hanya sekedar hiasan semata, namun juga memiliki makna.
Dalam laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, bentuk dasar kala adalah Singga yang merupakan binatang lambing kekuatan dan keadilan serta penghancur kekuatan jahat. Kala juga merupakan perwujudan sebagai banaspati, penjaga hutan.
Karena bangunan candi melambangkan gunung (meru) yang dipenuhi dengan hutan lebat. Fungsi Kala digunakan untuk menangkal pengaruh jahat. Oleh karena itu, letak relief kala berada pada bagian atas ambang pintu. Beradai di lereng Gunung Penanggungan, suasana di Candi Jedong masih tetap asri.
Dilengkapi dengan tumbuhan rimbun di sekeliling candi. Walau usianya sudah ratusan tahun, namun candi ini masih berdiri kokoh dan terawat dengan baik. Selain Candi Jedong, masih ada beberapa Candi di Mojokerto yang patut dikunjungi seperti Candi Trowulan, Candi Jolotundo, Candi Kesiman, Candi Bangkal dan lain sebagainya.
Dari beberapa inkripsi tersebut, terlihat pembangunan bangunan suci di kawasan ini telah berlangsung sejak masa pemerintahan Mpu Sindok hingga Dyah Krtawijaya (Bhre Tumapel). Ini artinya selama sekitar enam abad, wilayah Penanggungan menjadi tempat ritual keagamaan.
Salah satu hal yang menarik dari situs ini adalah kepercayaan megalitik atau kepercayaan asli Majapahit yang tersingkir unsur agama Hindu-Buddha, muncul kembali dalam bentuk lain yakni bangunan candi.
Artikel ini telah tayang di Sindonews.com dengan judul "Harta Karun Gunung Penanggungan Jejak Peninggalan Kerajaan Majapahit"
Editor : Reza Yunanto
Artikel Terkait